Kendati demikian, ia berpendapat efek lonjakan inflasi internasional tersebut tetap perlu dipikirkan untuk ke depannya dan dipelajari untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kelangkaan produksi di dalam negeri.
BPS mencatat inflasi Januari hingga Oktober 2021 mencapai 0,9 persen (year to date/ytd), sedangkan inflasi Oktober 2021 dibandingkan dengan Oktober 2020 yakni 1,66 persen (year on year/yoy).
Dalam menentukan inflasi, setidaknya ada 800 komoditas yang dipantau harganya oleh BPS. Semakin banyak konsumsi dan semakin tinggi bobot komoditas tersebut, maka akan semakin besar pula pengaruhnya terhadap inflasi.
Ekonom Senior Sunarsip menilai adanya pembenahan rantai pasok barang bisa mengantisipasi potensi terjadinya tekanan inflasi global usai berakhirnya pandemi Covid-19.
"Kita cukup waspada, tapi tidak perlu takut, karena inflasi bisa temporer, kalau kita bisa mengatasi disrupsi di supply chain dan mengatasi kelangkaan komoditas," kata Sunarsip, akhir pekan lalu.
Mulai pulihnya perekonomian di berbagai negara dapat menimbulkan kenaikan permintaan dari masyarakat serta meningkatnya kembali aktivitas industri pengolahan. Kondisi itu bisa memicu kenaikan harga di berbagai komoditas strategis yang dibutuhkan dunia usaha seperti harga energi, ongkos transportasi, maupun biaya transisi energi fosil ke terbarukan.
Namun, lanjut dia, Indonesia bisa bertahan melalui penyiagaan rantai pasok terutama di bahan pangan agar inflasi bahan makanan yang selama ini cenderung stabil tetap terjaga dengan baik. Selain itu upaya untuk membenahi sektor pertanian, pariwisata, maupun perumahan, yang dapat memberikan efek berantai di sektor riil mampu memperkuat permintaan domestik.
"Sisi moneter juga bisa memberikan respon dalam menjaga inflasi. Jadi rasanya perlu diwaspadai, tapi jangan terlalu reaktif menyikapi," kata Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence itu.