EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Didien Junaedy, mengatakan, selama pandemi COVID-19, industri pariwisata terpukul sangat parah. Pihaknya percaya, pariwisata domestik memiliki potensi, dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar dan destinasi hang beragam.
“Tahun 2018, GIPI membuat paradigma baru pariwisata Indonesia, berupa upaya mengembangkan pariwisata domestik. Kita percaya bahwa pariwisata domestik Indonesia sangat besar bahkan lebih besar dari negara lain. Destinasi banyak dan infrastruktur sudah baik. Yang dibutuhkan adalah stimulus berupa bridging capital, khususnya untuk industri menengah ke bawah,” ujar Didien dalam diskusi daring, Rabu (22/12).
Diedien menambahkan, untuk membangkitkan pariwisata Indonesia juga butuh partisipasi semua pihak, termasuk taat prokes, patuh pada CHSE dan dilaksanakan tersistem dan bertanggung jawab.
“Setiap orang bertanggung jawab karena kita tidak akan tahu kapan pandemi COVID-19 akan selesai,” ujarnya.
Tak kalah penting, faktor yang harus dimiliki pelaku pariwisata adalah kesiapan mental dan spiritual, serta bentuk dukungan langsung seperti kesempatan bagi pelaku pariwisata untuk menghidupkan kembali bisnisnya. Dia mengatakan, saat ini banyak potensi wisata domestik yang bisa dikembangkan, misalnya desa wisata yang bisa dikolaborasikan antara pemerintah pusat dan pemda.
“Kuncinya dengan kolaborasi kita bisa kembangkan wisata domestik,” tandas Didien.
Di sisi lain, pemerintah berupaya menggencarkan upaya pengembangan wisata kesehatan atau medical tourism. Hal ini didorong oleh besarnya potensi wisata kesehatan yang saat ini masih belum tergarap.
Ketua Asosiasi Wisata Medis Indonesia (AWMI) Taufik mengatakan pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum bagi industri pariwisata kesehatan Indonesia untuk bangkit. Sebab selama ini masyarakat Indonesia banyak yang lebih memilih untuk berobat ke luar negeri.
“Kenapa Masyarakat Indonesia ke luar negeri, utamanya karena kurang percaya. Memang banyak cerita yang lalu terkait kurangnya pelayanan yang ditawarkan RS di Indonesia. Tapi kini kita sudah berbenah dan sudah meningkatkan layanan, jadi sudah bagus. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk ke luar negeri sebenarnya,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (21/12).
Menurutnya saat ini jika omset wisata kesehatan mencapai Rp 150 triliun dan masih dikuasai oleh Singapura, Malaysia dan juga Thailand. “Orang Indonesia itu devisa Rp 100 sampai Rp 150 triliun per tahun ke luar negeri. Jadi, bagaimana menggaet kembali devisa itu sendiri. Potensi kita yang selama ini terkendala jadi tuan rumah negeri sendiri,” ucapnya.