EKBIS.CO, JAKARTA--Pasar modal membukukan kinerja positif sepanjang 2021 ditopang sektor teknologi hingga keuangan. Dari sisi penghimpunan dana, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pasar modal berhasil menggalang dana hingga Rp 363,3 triliun dari 194 emiten selama periode berjalan tahun lalu.
"Dana ini bersumber dari sektor teknologi dan keuangan. Ini adalah mesin pertumbuhan kita ke depan," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, saat seremonial pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2022, Senin (3/1).
Menurut Wimboh penggalangan dana di pasar modal tahun lalu juga jauh lebih tinggi dibandingkan pretumbuhan kredit perbankan yang tercatat Rp 228 triliun. Wimboh berharap, pencapaian tersebut bisa menjadi sentimen positif untuk pertumbuhan investasi di pasar modal ke depan.
Selain itu, dari segi indeks, IHSG pada akhir perdagangan tahun lalu telah berada di posisi 6.581,48. Angka tersebut mencerminkan pertumbuhan sebesar 10,08 persen secara year-to-date (ytd). Jumlah investor pasar modal juga meningkat drastis didukung masuknya investor dari kalangan anak muda.
"Investor ritel paling banyak didominasi milenial. Generasi muda yang dulunya banyak melakukan konsumsi sekarang beralih ke menabung terutama di saham," tutur Wimboh.
Wimboh melihat, penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah mampu memberi kepastian bagi dunia usaha untuk bisa bangkit kembali. Dengan demikian, kepercayaan terhadap pasar modal pun mulai meningkat. Kebangkitan pasar modal ini juga akan didukung oleh momentum pertumbuhan ekonomi pada 2022. "Ini mempunyai momentum yang besar karena PDB Indonesia di 2022 berdasarkan asumsi APBN akan berada di level 5,2 persen. Ini menambah kepercayaan investor," terang Wimboh.
Meski demikian, Wimboh mengakui, pasar modal masih menghadapi sejumlah tantangan pada tahun ini. Salah satunya, penyebaran varian baru Covid-19, omicron. Menurut Wimboh, hal ini akan menjadi perhatian pemerintah seiring dengan meningkatnya kasus varian omicron di beberapa negara.
Selain itu, tantangan lainnya yang perlu diantisipasi yakni normalisasi kebijakan di sejumlah negara maju. "Ini tidak boleh diabaikan, saat ini inflasi di beberapa negara sudah menigkat," kata Wimboh.