Senada, Sekjen APTRI, M Nur Khabsyin menyatakan, pupuk jenis ZA sangat dibutuhkan tanaman tebu untuk pertumbuhan dan meningkatkan kadar gula atau rendemen dalam batang tebu.
Sesuai rekomendasi Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Balitbang Pertanian Kementan, dosis untuk pemupukan tanaman tebu baru (plant cane) per hektar sebanyak 3 kuintal phonska, 5 kuintal ZA dan 1,5 kuintal KCL.
Sedangkan untuk tanaman tebu keprasan (ratoon), dosis pemupukan yang dianjurkan adalah 5 kuintal Phonska, 6 kuintal ZA dan 1,5 kuintal KCL.
Jika pencabutan subsidi pupuk ZA diberlakukan, kata Khabsyin, petani akan mengalami kenaikan biaya produksi hingga 15 persen. "Apalagi sudah enam tahun ini harga pembelian gula petani tidak naik. Jika subsidi ZA ikut dicabut, tentu petani yang akan dirugikan," ujarnya.
Khabsyin kemudian membeberkan, sudah dua tahun ini pupuk mengalami kelangkaan baik yang subsidi maupun non subsidi. Yang lebih ironis, pupuk non subsidi selama ini tidak memiliki aturan harga eceran tertinggi (HET) sehingga membuat harga tidak terkendali. Ia pun mengingatkan, tanaman yang kekurangan pupuk berakibat turunnya produksi.
Harga pupuk urea non subsidi saat ini mencapai Rp 12.000 per kg. Sementara ZA non subsidi mencapai Rp 6000 per kg. Harga tersebut jauh lebih tinggi dari harga pupuk subsidi jenis urea yang hanya Rp 2.250 per kg dan ZA yang hanya Rp 1.700 per kg.
"Dengan harga pupuk non subsidi saat ini, sangat tidak rasional dengan besaran HPP gula yang saat ini hanya sebesar Rp 9.100 per kg dan HET Rp 12.500 per kg. Biaya produksi petani tiap tahun terus meningkat, sementara hasil yang diperoleh tidak sebanding," katanya.
Oleh karena itu, kata Khabsyin menyatakan APTRI secara tegas menolak pencabutan subsidi untuk pupuk ZA. Selain itu, APTRI juga menuntut ada kenaikan HPP gula tani sebesar Rp 12 ribu per kg serta penghapusan HET gula.