EKBIS.CO, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 10 Februari 2022. Moody's sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada Baa2 dengan outlook Stabil pada 10 Februari 2020.
Moody's memandang keputusan ini sejalan dengan hasil asesmen bahwa ketahanan ekonomi Indonesia serta efektivitas kebijakan moneter dan makro ekonomi tetap terjaga. Kebijakan reformasi struktural yang ditempuh oleh Pemerintah juga diyakini akan mendukung peningkatan investasi dan menopang perbaikan daya saing ekspor.
Di sisi lain, reformasi perpajakan melalui penerbitan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan rencana normalisasi kebijakan fiskal diperkirakan dapat mendukung terjaganya beban utang Pemerintah. Menanggapi keputusan Moody's tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan, afirmasi rating Indonesia tersebut merupakan bentuk pengakuan positif dari Moody's sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia.
"Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia tetap terjaga, sementara prospek ekonomi jangka menengah tetap kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat," katanya, Kamis (10/2/2022).
Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan bauran kebijakan antara Bank Indonesia, Pemerintah, dan otoritas lainnya yang efektif. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik.
Sambil terus mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Serta terus melakukan sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
Untuk dua tahun ke depan, Moody's memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali kepada level sebelum pandemi yaitu mencapai lima persen. Rata-rata tersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa, yaitu 3,7 persen.
Perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga didukung oleh berbagai reformasi struktural yang telah ditempuh Pemerintah. Seperti UU Cipta Kerja dan UU HPP, yang diarahkan untuk perbaikan iklim investasi dan peningkatan penerimaan Pemerintah.
Dari sisi fiskal, Moody's memperkirakan beban utang Pemerintah masih akan meningkat ke level 42,5 persen dari PDB pada 2023. Namun masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa, yaitu 64 persen dari PDB.
"Selain itu, Moody's melihat kemampuan membayar utang Pemerintah, serta porsi pinjaman dalam mata uang asing, masih memberikan risiko terhadap kondisi fiskal," katanya.
Menurut Moody's, strategi normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh bank sentral dan Pemerintah merupakan dasar terjaganya kredibilitas kebijakan. Dukungan Bank Indonesia dalam pembiayaan defisit fiskal telah membantu terjaganya stabilitas pasar surat berharga Pemerintah.
Ini sekaligus memberikan ruang alokasi anggaran untuk belanja Pemerintah yang lebih produktif. Moody's juga memberikan penekanan bahwa normalisasi kebijakan yang dilakukan dengan tepat waktu sangat penting sifatnya untuk menjaga kredibilitas kebijakan.