Rabu 16 Feb 2022 15:50 WIB

Minyak Goreng Masih Langka, KSP: Pemerintah Terus Cari Solusi Jangka Panjang

Masyarakat diimbau agar tak melakukan pembelian secara berlebihan.

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Nidia Zuraya
Pekerja menata minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan (ilustrasi). enaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengakui, terjadinya kekosongan pasokan minyak goreng di banyak minimarket.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja menata minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan (ilustrasi). enaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengakui, terjadinya kekosongan pasokan minyak goreng di banyak minimarket.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kelangkaan pasokan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran masih dikeluhkan oleh masyarakat meskipun pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasinya. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengakui, terjadinya kekosongan pasokan minyak goreng di banyak minimarket.

Hal ini, kata dia, dikarenakan tak sedikit masyarakat yang membeli secara berlebihan.“Kita tidak menyangkal terjadinya kekosongan stock di banyak minimarket, terutama karena masyarakat banyak yang membeli secara berlebihan,” kata Edy saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/2).

Baca Juga

Ia menegaskan, kenaikan harga minyak goreng ini disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku utama minyak goreng yakni CPO di pasar internasional. Harga CPO di luar negeri yang tinggi mendorong produsen untuk mengekspor CPO ke luar negeri, sehingga menyebabkan kenaikan harga CPO di pasar domestik.

“Oleh karena itu, kebijakan pemerintah sebagaimana diatur oleh Permendag 6/2022 adalah penetapan kewajiban menjual CPO di dalam negeri (domestic market obligation atau DMO) pada tingkat harga yang ditentukan (domestic price obligation atau DPO), serta pengaturan izin ekspor untuk CPO, minyak goreng dan olein,” jelas dia.

Kebijakan ini, kata Edy, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan CPO bagi produsen minyak goreng di dalam negeri. Sehingga dapat menekan biaya produksi dan berdampak pada harga minyak goreng yang lebih terkendali.

Namun demikian, lanjutnya, pemerintah masih terus mencari solusi jangka panjang terkait perimbangan penggunaan CPO antara untuk keperluan pangan dengan keperluan produksi biodiesel.

“Dua kebijakan tersebut, yaitu mendorong biodiesel sebagai energi baru dan terbarukan (EBT) dan stabilisasi harga minyak goreng, harus berjalan seiring, karena keduanya sama-sama penting,” jelas Edy.

Selain itu, Edy menilai kebijakan pemerintah yang menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng juga sudah mulai terlihat efektivitasnya, meskipun belum optimal. Secara nasional, kata dia, rata-rata harga minyak goreng telah mengalami penurunan, meskipun masih di level harga yang lebih tinggi daripada HET.

“Minyak goreng dengan harga resmi (HET) juga mulai tersedia di pasar-pasar tradisional, meskipun memang stoknya terbatas, sehingga di pasar tradisional saat ini ada minyak goreng sesuai HET dan ada minyak goreng dengan harga di atas HET,” kata dia.

Edy pun mendorong kerja sama semua pihak, termasuk produsen minyak goreng dan juga masyarakat sebagai konsumen. Masyarakat diimbau agar tak melakukan pembelian secara berlebihan sehingga tak memperburuk situasi.

“Beli seperlunya saja. Di sisi lain, pemerintah terus menjalin kerjasama dengan produsen agar pasokan minyak goreng bisa terjamin,” ungkapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement