EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meyakinkan para investor di Singapura, transformasi ekonomi sedang terjadi di Indonesia. Program hilirisasi yang sedang berlangsung serta efisiensi yang terus ditingkatkan akan semakin mengukuhkan perekonomian Indonesia.
“Makro ekonomi Indonesia berada dalam kondisi yang sangat baik sekarang ini. Inflasi maupun nilai tukar terkendali karena untuk pertama kalinya neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami surplus,” ujar Luhut saat berdialog dengan para investor di Hotel Marriott Singapura, seperti dilansir dari keterangan resmi, Selasa (22/3/2022).
Menurutnya, kondisi ini bukan semata-mata disebabkan karena naiknya harga komoditas. Melainkan program hilirisasi yang dilakukan pemerintah memberikan nilai tambah yang sangat tinggi.
“Saya tunjukkan satu data saja mengenai hilirisasi besi dan baja. Apabila lima tahun nilai ekspornya sekitar 1,3 miliar dolar AS, tahun lalu hampir mencapai 21 miliar dolar AS,” jelas Luhut.
Ia percaya dengan program hilirisasi yang dilakukan terhadap mineral yang lain, angka ekspor Indonesia akan semakin meningkat. Tahun lalu nilai ekspor mencapai angka 232 miliar dolar AS. Apalagi pemerintah berupaya menekan biaya logistik untuk bisa di bawah 20 persen dari total biaya.
Menjawab keraguan beberapa Investor mengenai data ekonomi yang disajikan, Luhut mengundang mereka untuk melihat sendiri kemajuan yang terjadi di Indonesia. “Anda boleh melihat apa yang dilakukan di Morowali untuk industri nikel. Anda akan kagum karena setidaknya ada 50 ribu orang yang bekerja di sana dan itu akan menjadi basis untuk pembuatan baterai untuk mobil listrik,” tuturnya.
Selain bertemu dengan para investor, Luhut melihat pengelolaan sampah yang dijadikan listrik serta solar panel terapung di Tuas. Saat meninjau pembangkit listrik dari sampah, Luhut didampingi Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Singapura Grace Fu, sementara di solar panel terapung Menko Marinves bertemu Menteri Senior Bidang Keuangan Tharman Shanmugaratnam.
Seperti juga disampaikan saat bertemu pimpinan Temasek, Luhut sependapat mengenai pentingnya Indonesia dan Singapura bekerja sama untuk merumuskan standardisasi dan tata cara pengukuran yang akan dipakai sebagai patokan penetapan perdagangan karbon dari mangrove. Perguruan tinggi Indonesia dan Singapura bisa diminta untuk membuat kajian dan bahan itu akan menjadi pegangan dalam perumusan kebijakan.
“Saya setuju kalau perguruan tinggi kedua negara kita tugaskan untuk melakukan standarisasi dan merumuskan tata cara pengukuran carbon capture yang bisa ditangkap mangrove. Bahkan kalau perlu kita ajak juga perguruan tinggi di Eropa seperti Jerman. Kita harus mempunyai rujukan sendiri karena kita memiliki sekitar 200 jenis mangrove yang kemampuan menangkap karbonnya tentu berbeda-beda. Ini tentunya akan membedakan juga penghitungan perdagangan karbonnya,” papar Luhut.