Sabtu 13 Aug 2022 19:00 WIB

Ekonom Nilai PMN khusus BTN akan Dukung Program Satu Juta Rumah

PM khusus BTN senilai Rp 2,98 triliun diyakini dorong pemulihan ekonomi Indonesia

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Penyertaan modal negara kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero) Tbk sebesar Rp 2,98 triliun dinilai strategis dalam akselerasi program sejuta rumah Presiden Jokowi. Penyertaan modal negara dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan, menambah jumlah pasokan rumah sekaligus mendorong pemulihan ekonomi Indonesia.
Foto: ANTARA/Abdul Haris
Penyertaan modal negara kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero) Tbk sebesar Rp 2,98 triliun dinilai strategis dalam akselerasi program sejuta rumah Presiden Jokowi. Penyertaan modal negara dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan, menambah jumlah pasokan rumah sekaligus mendorong pemulihan ekonomi Indonesia.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Penyertaan modal negara kepada PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero) Tbk sebesar Rp 2,98 triliun dinilai strategis dalam akselerasi program sejuta rumah Presiden Jokowi. Penyertaan modal negara dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan, menambah jumlah pasokan rumah sekaligus mendorong pemulihan ekonomi Indonesia.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, sektor properti mesti menjadi prioritas program relaksasi pemerintah karena peranannya yang sangat strategis, bahkan dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Multiplier effect properti membentang dari pelaku industri dan usaha turunannya hingga konsumen akhir, terutama segmen masyarakat menengah bawah.  

“PMN khusus BTN untuk mendukung program satu juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah patut diprioritaskan. Untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi dan sekaligus membantu daya beli masyarakat untuk memiliki rumah layak huni , sektor properti saya rasa lebih tepat diberikan relaksasi dibandingkan sektor otomotif,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (13/8/2022).

Data Kementerian PUPR memperlihatkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia sebanyak 11,4 juta unit. Hal ini masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 sebesar 59,5 persen keluarga menghuni rumah yang layak, sementara sisanya merupakan rumah tidak layak huni.

Sementara itu Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengingatkan tanpa PMN ke BTN, program sejuta rumah rakyat yang digagas Presiden Jokowi bisa melambat, sementara masa jabatan presiden tinggal dua tahun lagi. 

“Program Sejuta Rumah yang digagas Presiden Jokowi adalah solusi cemerlang dalam meningkatkan jumlah MBR yang memiliki hunian layak. Tanpa percepatan program sejuta rumah, backlog perumahan tidak akan berkurang malah akan bertambah. Sebab, setiap tahun jumlah keluarga baru terus meningkat tetapi pasokan rumah selalu lebih kecil dari kebutuhan,” ucapnya.

Catatan saja, setiap tahunnya terdapat 1,8 juta pernikahan. Sebagian dari rumah tangga baru tersebut tentunya membutuhkan rumah tinggal sehingga akan meningkatkan angka backlog.

Menurutnya kondisi ini makin rumit karena daya beli masyarakat saat ini terhimpit kenaikan inflasi dan risiko bunga tinggi. Para pengembang pun tidak punya banyak pilihan selain berancang ancang menaikkan harga rumah untuk mengimbangi kenaikan harga bahan bangunan. 

Sementara itu, tingkat kenaikan pendapatan masyarakat selalu tertinggal dari laju kenaikan harga rumah. “Tanpa keberpihakan dan komitmen pemerintah, memiliki hunian layak hanya menjadi mimpi para MBR. Tak ada pilihan bagi pemerintah selain mempercepat PMN ke BTN. Menunda PMN berarti lost opportunity. Segmen MBR paling dirugikan” kata Piter.  

Ekonom MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi menilai kemampuan BTN untuk mendukung kebangkitan sektor properti relatif terbatas karena rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) saat ini berada level 18,15 persen pada Maret 2022.

“CAR BTN saat ini memang relatif bagus, kuat dan sehat. Tapi, akselerasi pembiayaan ke MBR, angka saat ini belum cukup. Kalau dilakukan PMN tentunya modal dan CAR BTN akan naik, sehingga lebih banyak proyek perumahan dan KPR yang bisa dibiayai,” ucapnya.

Berdasarkan data, Tirta melanjutkan, pembangunan perumahan merupakan sektor yang yang padat karya. Setidaknya dibutuhkan lima orang pekerja untuk membangun satu unit rumah atau 500 ribu pekerja untuk setiap pembangunan 100 ribu unit rumah. 

“Proyek properti juga mendukung industri produk lokal, karena 90 persen bahan bangunan dalam konstruksi rumah merupakan produk lokal. Proyek properti juga memiliki dampak turunan (multiplier effect) kepada 174 sektor ekonomi lainnya,” katanya.

Dampak lainnya dari akselerasi sektor properti adalah kontribusi terhadap penerimaan negara karena dalam setiap rumah yang terjual menghasilkan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan, bea balik nama (BBN), Pajak Bumi dan Bangunan, hingga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement