Penolakan yang sama disampaikan Ketua Umum Koalisi Masyarakat Tembakau Indonesia, Bambang Elf. Menurutnya, kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pengurangan pegawai sektor industri tembakau. Setiap kali ada kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan buruh dan pegawai sektor IHT.
“kenaikan cukai ini berpotensi dan punya pengaruh negatif terhadap sektor ketenagakerjaan di sektor industri hasil tembakau. Tahun ini dan tahun 2023 pemerintah harus memberikan kompensasi dengan tidak menaikkan cukai agar IHT tetap bertahan,” ucapnya.
Secara terpisah, Peneliti yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Imaniar kembali menyampaikan pandanganya, kenaikan cukai rokok jika ditujukan untuk mengurangi konsumsi rokok di tengah masyarakat. Hal ini tidak tepat sasaran. Kenaikan cukai rokok justru berpengaruh terhadap pengurangan tenaga kerja sektor IHT. Selain itu juga akan semakin memperbanyak beredarnya rokok rokok ilegal yang justru merugikan pemerintah.
“Hasil survey kami menunjukkan bahwa sebanyak 67,3 persen responden menyatakan rokok merupakan sajian penting yang harus tersedia dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Artinya, kenaikan harga rokok tidak akan serta merta menurunkan angka konsumsinya. Para perokok akan mencari alternatif jenis rokok lain yang harganya terjangkau. Hal itulah yang menyebabkan munculnya peluang peredaran rokok ilegal. Meskipun volume produksi legal turun, namun jumlah konsumsi belum tentu turun,” ucapnya.
Ketua Harian Formasi Heri Susianto, Ketua Umum Gaprindo Beny Wahyudi, Ketua Umum Koalisi Masyarakat Tembakau Indonesia Bambang Elf maupun Pengurus APTI, Tryono sepakat agar pemerintah segera membuat roadmap industri tembakau Indonesia. Namun pembuatan roadmap terebut harus melibatkan semua pihak, bukan hanya perwakilan masyarakat dan profesional bidang Kesehatan, tapi juga pelaku IHT termasuk di dalamnya perwakilan petani tembakau dan perwakilan buruh IHT.