Senin 19 Dec 2022 16:47 WIB

Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 4,8 Persen pada 2023

Sebelumnya Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI 5,1 persen di 2023.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8 persen pada 2023. Sebelumnya Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1 persen pada 2023.

Rilis Bank Dunia edisi Desember 2022 memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen pada 2022, kemudian sebesar 4,9 persen pada 2024 dan lima persen pada 2025.

Baca Juga

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan Indonesia dapat mempertahankan pertumbuhan yang kuat dan mengatasi potensi tantangan melalui beberapa inisiatif, di antaranya melanjutkan penerapan reformasi pajak yang akan membantu menciptakan ruang bagi investasi dan menciptakan ketahanan terhadap goncangan.

"Sistem perlindungan sosial Indonesia dapat membantu rumah tangga mengelola risiko dan volatilitas yang meningkat dari kondisi eksternal, tetapi perlu diperkuat untuk mengisi kesenjangan cakupan dan inklusi yang tersisa," ujarnya, Senin (19/12/2022).

Menurutnya penetapan harga berbasis aturan energi yang dapat menekan subsidi, serta menerapkan program jaring pengaman sosial yang ditargetkan secara lebih efektif dan diperluas untuk menciptakan jaminan perlindungan.

"Indonesia memiliki ruang yang signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekspor, yang terkonsentrasi industri padat sumber daya, dengan mendiversifikasi ekonominya. Selain itu, potensi sektor jasa sebagian besar masih belum dimanfaatkan," ucapnya.

Lembaga internasional ini mengingatkan perusahaan di Indonesia dan beberapa negara lain di kawasan Asia Timur dan Pasifik (EAP) rentan depresiasi nilai tukar. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara pemilik utang swasta dengan porsi mata uang asing tertinggi. 

Adapun kondisi serupa juga terjadi di Filipina dan Vietnam, utang jatuh tempo lebih besar dalam bentuk pinjaman sindikasi dibanding obligasi.

"Setidaknya 60 persen dari utang akan jatuh tempo dalam mata uang asing, sehingga perusahaan-perusahaan di negara tersebut rentan terhadap depresiasi nilai tukar," tulis Bank Dunia edisi Oktober 2022 tentang perekonomian Asia Timur dan Pasifik (EAP).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement