EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berkomitmen mewujudkan kedaulatan Sumber Daya Alam (SDA) dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Terutama guna pembukaan lapangan pekerjaan dan peningkatan penerimaan devisa serta pertumbuhan ekonomi lebih merata.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan industri pengolahan SDA di dalam negeri. Hal itu dengan mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan hilirisasi industri berbasis SDA di dalam negeri.
Setelah melakukan pelarangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020, selanjutnya Pemerintah akan melakukan pelarangan ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023. Pelarangan ekspor bijih nikel sendiri berhasil meningkatkan nilai ekspor nikel secara signifikan dari Rp 17 triliun pada akhir 2014 menjadi Rp 326 triliun pada 2021 atau meningkat 19 kali lipat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sampai saat ini, terdapat empat fasilitas pemurnian bauksit yang existing di dalam negeri dengan kapasitas produksi alumina 4,3 juta ton per tahun. Lalu terdapat 8 fasilitas pemurnian bauksit dalam tahap pembangunan dengan kapasitas input 27,41 juta ton per tahun dan kapasitas produksi 4,98 juta ton per tahun.
“Pelarangan seluruhnya bauksit mentah termasuk yang dicuci. Selama ini kan bauksit bisa dicuci kemudian di ekspor, nah sekarang yang dicuci pun tidak boleh," tegasnya dalam keterangan pers, Rabu (21/12).
Ia menambahkan, bauksit mentah harus diproses di Indonesia. Aturan itu pun berlaku mulai Juni 2023.
"Saat sekarang, jumlah daripada impor aluminium oleh Indonesia itu 2 miliar dolar AS. Jadi tentu dengan adanya pabrik nanti berproses di Indonesia, 2 miliar dolar AS ini menjadi penghematan devisa,” tutur Airlangga.