EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, meski sempat diterjang badai pandemi covid-19 serta terdampak perkembangan kondisi global saat ini yang masih mengalami pasang surut, perekonomian nasional tetap mampu menunjukkan resiliensi dan beranjak pulih lebih cepat. Sepanjang 2022 ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,31 persen cumulative to cumulative (ctc).
Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan Pemerintah yakni sebesar 5,2 persen ctc dan kembali mencapai level 5 persen seperti sebelum pandemi. "Pertama pencapaian ini menjadi katakanlah extraordinary di tengah tekanan global yang pertumbuhannya rendah. Artinya global sekitar 4 persen, kadi capaian Indonesia ini di atas global," ujar dia dalam keterangan resmi, Rabu (8/2/2023).
Hanya saja, kata dia, itu tidak datang begitu saja, melainkan dari kebijakan yang diambil oleh Presiden Joko Widodo dalam kebijakan tiga tahun penanganan Covid, yakni keseimbangan antara gas dan rem, kemudian pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). Lalu anggaran untuk perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi nasional.
Airlangga juga mengungkapkan, pemerintah memutuskan tidak mengambil kebijakan pembatasan total atau lockdown selama pandemi Covid-19. Ini yang mampu mendorong perekonomian dapat terus bergerak, ekspor dan neraca perdagangan tetap mampu tumbuh positif selama pandemi.
Purchasing Managers's Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga berada di atas 50 dan berada di level ekspansif. “Jadi industri kita tidak kehilangan supply chain. Justru pada 2022 dan 2021 ini terbantu oleh kenaikan harga komoditas. Pada saat dunia mulai kembali normal, butuh supply chain. Salah satu yang paling siap untuk mengisi adalah dari Indonesia,” tuturnya.
Dalam menghadapi tantangan global seperti perang Rusia-Ukraina, climate change, tingginya harga komoditas, inflasi global yang tinggi, serta tingkat suku bunga yang masih naik, sambung dia, pemerintah memiliki bantalan yakni kuatnya pasar domestik.
"Jadi kita kembalikan kepada domestic market. Kita ini domestic marketnya kira 51 persen sampai 52 persen dari ekonomi, sementara ekspor market kita sekitar 20 persen. Jadi resiliensi terhadap gonjang-ganjing global," jelas dia.
Maka, tegas Airlangga, Indonesia memiliki bantalan. Bantalan tersebut menurutnya harus dijaga, meliputi daya beli masyarakat, pasar domestik, serta produksi dalam negeri.