EKBIS.CO, JAKARTA -- Tingkat konsumsi Indonesia belum pulih dipengaruhi oleh tingkat penghasilan masyarakat. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan ekonomi Indonesia memang tumbuh 5,3 persen pada 2022, namun pertumbuhan ekonomi konsumsi masih berada di bawah lima persen.
"Ini menunjukkan terjadi hal luar biasa yang menekan konsumsi kita turun. Faktor penurunan konsumsi, di samping peningkatan harga bahan bakar ialah para pekerja tidak punya cadangan dana yang cukup memenuhi kebutuhan ke depan," ujar Tauhid dalam diskusi publik bertajuk "EWA Datang, Rentenir Meradang?" yang diselenggarakan Indef dan GajiGesa di Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Berdasarkan data GajiGesa, ucap Tauhid, rata-rata cadangan dana pekerja Indonesia hanya cukup selama tujuh hari ke depan. Tauhid menyebut hal ini diperburuk dengan terbatasnya akses pekerja ke lembaga keuangan, terutama untuk kredit konsumsi.
Menurut Tauhid, kondisi ini memberikan ruang kepada munculnya pinjaman online (pinjol) yang menawarkan kemudahan pinjaman kepada pekerja. Namun mereka membebankan suku bunga yang begitu tinggi dibandingkan kredit konsumsi oleh perbankan.
"Dengan ini perlu ada terobosan bagaimana inovasi di bidang keuangan muncul. EWA solusi yang mungkin nanti bisa jadi jalan keluar agar pekerja jauh lebih nyaman dan sejahtera," ucap Tauhid.
Tauhid menyampaikan EWA bisa menjadi terobosan yang dapat memberikan solusi dalam memperkuat ketahanan keuangan bagi para pekerja di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global. Dengan skema EWA, Tauhid menilai para pekerja bisa tetap memiliki fonfasi keuangan untuk memenuhi kebutuhan yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi dalam negeri.
"Harapannya seberapa jauh potensi EWA bisa berkembang dan Indonesia bisa mengantisipasi kebutuhan konsumsi yang meningkat, apalagi banyak program pemerintah yang belum bisa dirasakan pekerja sehingga perlu ada inovasi yang lebih mandiri dalam mengantisipasi berbagai kebutuhan para pekerja," kata Tauhid.