Sebelum Agbal, Erdogan sudah mengganti empat gubernur bank sentral. Kebijakan itu diyakini melukai kredibilitas moneter Turki. Erdogan mengutip ajaran Islam guna membenarkan keputusannya tidak menaikkan suku bunga demi menstabilkan mata uang.
Tak hanya itu, pada Januari 2022, Erdogan mengganti kepala badan statistik Turki karena dirinya tidak senang dengan laporan inflasi yang disampaikan oleh badan statistik tersebut.
Pemimpin Turki itu juga menolak gagasan bahwa inflasi harus diperangi dengan menaikkan suku bunga utama, yang diyakini menyebabkan harga tumbuh lebih tinggi, kebalikan dari pemikiran ekonomi konvensional.
Namun kebijakan tersebut justru memicu pasar modal juga ikut kena getah pemecatan ini. Bursa Efek Istanbul sementara waktu menghentikan perdagangan setelah indeks utamanya turun hampir sembilan persen.
Aksi ini ikut memukul bank-bank Eropa dengan eksposur aset Turki, termasuk BBVA Spanyol (BBAR) dan pemberi pinjaman Belanda ING. Tindakan ini juga menempatkan kurs mata uang Lira terjun bebas, bahkan yang terburuk dalam satu hari terhadap dolar AS dalam tiga tahun ini.
Market menyambut khawatir tindakan pemimpin Turki ini. Terakhir kurs mata uang Lira mengalami koreksi tajam dalam satu hari saat krisis mata uang pada 2018, yang menyebabkan hampir setengah nilainya terhadap dolar AS.
Bermain di sektor permintaan
Pengaruh kurs Lira juga menyebabkan laju inflasi Turki yang meroket gila-gilaan hingga 61,14 persen pada Maret 2022. Inflasi ini merupakan yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir.