Dalam hal ini, Siti Hardiyanti Rukmana sebagai penanggung jawab Bank Yama harus menyelesaikan kewajiban dan dinyatakan selesai setelah memperoleh surat keterangan lunas pada 2003 silam.
"Berdasarkan data resmi Ditjen AHU, Ibu SHR atau Mbak Tutut adalah Komisaris Utama atau Direktur Utama Citra Marga Nusaphala Persada, kurun 1987 hingga 1999. Persis saat pemerintah mengucurkan BLBI. Ibu SHR/Mbak Tutut juga komisaris utama dan pengendali Bank Yama, sesuai penyelesaian kewajiban BPPN," ucapnya.
Yustinus juga menjelaskan keterlibatan keluarga Siti Hardiyanti Rukmana dalam Citra Marga Nusaphala Persada diteruskan oleh anaknya Danty Indriastuty P sebagai komisaris sejak 2001. Pada waktu itu diketahui terdapat tiga entitas milik Ibu SHR (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN.
“Ini yang ditagih hingga kini," jelasnya.
Dari sinilah menurut Yustinus sengketa dimulai karena BPPN tidak mau membayar deposito Citra Marga Nusaphala Persada karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Siti Hardiyanti Rukmana sebagai Direktur Utama Citra Marga Nusaphala Persada sekaligus Komut Bank Yama (yang dimiliki 26 persen). Ini dianggap tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 179 Tahun 2000 tentang penjaminan.
Baca Juga: Gugatan Jusuf Hamka yang Berbalas Serangan Balik dari Pemerintah
Karena hal tersebut, maka Citra Marga Nusaphala Persada mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan PK MA pada 2010.
"Demikian duduk perkara sengketa, terhadap hak tagih negara ke tiga entitas yang berafiliasi dengan Ibu SHR (Tutut), pemerintah terus melakukan upaya penagihan. Akselerasi terjadi sejak dibentuk Satgas BLBI, yang dikomandoi Pak Mahfud MD. Semoga dapat dituntaskan era Presiden Jokowi ini," ucapnya.