EKBIS.CO, JAKARTA -- Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) meyakini iklim kemarau ekstrem El Nino tak akan menyebabkan produksi beras nasional jadi defisit. Kementerian Perdagangan (Kemendag) diharapkan mempertimbangkan kembali pembukaan tambahan impor beras satu juta ton asal India.
Wakil Sekretaris Jenderak KTNA, Zulharman Djusman, mengatakan, sebagian petani di Indonesia akan memasuki masa panen raya kedua sebelum puncak El Nino melanda Tanah Air yang diperkirakan pada Agustus hingga Oktober mendatang.
“Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, sudah mulai panen raya. Ada kekhawatiran (pemerintah) menghadapi El Nino, jangan khawatir dulu, tingkatkan potensi (panen) dulu,” kata Zulharman kepada Republika.co.id, Selasa (20/6/2023).
Ia memaklumi akan kekhawatiran pemerintah. Mengingat harga gabah kering panen (GKP) hingga saat ini masih di atas acuan pemerintah yang sebesar Rp 5 ribu per kilogram (kg).
Namun, menurutnya, tingginya harga gabah saat ini bukan semata disebabkan oleh minimnya produksi tapi biaya-biaya tenaga kerja, sewa lahan, serta pupuk yang sudah naik. Kenaikan ongkos produksi itu terakumulasi terhadap harga jual gabah dari petani.
Zulharman membeberkan, tambahan impor beras sebanyak satu juta ton itu juga masih sekadar rencana. Pasalnya, sejak awal Kementerian Pertanian hanya memberikan rekomendasi impor sebanyak dua juta ton.
“Tapi, kalau nanti itu terealisasi, berarti Kementerian Perdagangan tidak mendengarkan aspirasi dari petani,” ujarnya.
Ia menambahkan, KTNA juga telah meminta para petani untuk mempersiapkan panen dan langsung kembali menyiapkan penanaman. Petani yang tak dapat menanam kembali padi di musim kering bisa beralih ke tanaman pangan lainnya sehingga tetap memperoleh penghasilan.
Sebagaimana diketahui, rencana importasi tambahan tersebut diluar dari penugasan Badan Pangan Nasional (NFA) yang sebelumnya memerintahkan Bulog untuk mengimpor dua juta ton beras di tahun ini. Bila rencana tambahan itu jadi, maka total beras impor yang masuk bisa mencapai tiga juta ton.
“Ini akan jadi rekor, paling tinggi kita impor kan sebelumnya 2,7 juta ton. Sebagai antisipasi ya sah-sah saja, tapi dengan kekhawatiran El Nino itu apakah harus satu juta ton? Ini jadi pertanyaan krusial,” kata Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah, kepada Republika.co.id.
Ia menegaskan, saat ini petain tengah memasuki musim tanam kedua dan akan melakukan panen raya gadu mulai Juli mendatang. Rencana tambahan impor pemerintah, harus berdasarkan kalkulasi yang matang dengan memperhitungkan jumlah yang kemungkinan akan gagal panen akibat kekeringan.
Di sisi lain, volume cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog dan proyeksi kebutuhan nasional juga masuk dalam pertimbangan.
“Jadi, apakah keputusan impor ini sesuatu yang mendesak diputuskan? Kenapa juga keputusan ini tidak dibuat bulan depan ketika prediksi pertanaman padi sudah mulai terukur lebih kuat?” ujar dia.