EKBIS.CO, JAKARTA — Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan, Indonesia telah mendapatkan pendanaan investasi untuk penanganan masalah perubahan iklim senilai 500 juta dolar AS.
Nilai investasi tersebut setara Rp 7,6 triliun dengan tingkat kurs saat ini Rp 15.323 per dolar AS. Adapun Febrio mengatakan, dana tersebut diperoleh dari sejumlah lembaga keuangan internasional dalam bentuk pinjaman lunak.
“Ini adalah dana yang sangat lunak sebesar 500 juta dolar AS untuk Indonesia. Dana ini bisa dimanfaatkan dengan tambahan hingga 4 miliar dolar AS dari Asia Development Bank, Bank Dunia, dan bank lainnya, termasuk Pemerintah Indoenesia,” kata Febrio dalam Seminar On Energy Transition Mechanism: ASEAN Country Updates di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Lebih lanjut, Febrio menyampaikan, dari persetujuan pinjaman tersebut, prioritas jangka pendek akan digunakan untuk pensiun dini dua pembangkit listrik batu bara dengan total kapasitas 1,7 Gigawatt (GW).
Hanya saja, Febrio menuturkan, masih terdapat tantangan untuk bisa merealisasikan pensiun dini pembangkit batu bara. Terutama keinginan dari sektor swasta karena belum adanya kemauan yang kuat.
“Oleh karena itu, dalam mempertimbangkan risiko, kami menyadari bahwa porsi pembiayaan berbiaya (bunga) rendah sangat penting untuk pengembalian nilai pembangkit (yang dipensiunkan),” katanya.
Selain itu, Febrio menambahkan, Indonesia juga terus berupaya menghimpun dana melalui Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) yang punya target ambisius hingga 20 miliar dolar AS atau setara Rp 300 triliun.
Ia optimistis melalui JETP, Indonesia bisa mendapatkan 10 miliar dolar AS dari lembaga keuangan swasta serta 10 miliar dolar AS dari negara-negara anggota International Partners Group (IPG) yang dipimpin Amerika Serikat dan Jepang.
“Ini adalah komitmen, dengan dukungan internasional kita akan berkerja sama, Indonesia terbuka untk bisnis, terbuka untuk investasi ramah lingkungan,” ujarnya.