EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengakui telah melakukan pembayaran rutin kepada Vale Base Metals, induk usaha yang bermarkas di Toronto, Kanada. Legal Director Vale Indonesia Anggun Kara Nataya mengatakan INCO memang melakukan pembayaran service fee kepada Vale.
Pembayaran itu merupakan jasa upah bantuan dari sisi teknologi Vale Canada Limited, yang merupakan bagian dari Vale Base Metals yang digunakan Vale Indonesia saat pabrik baru dibangun sekitar 1970. "Itu bisa kami sampaikan, sebenarnya kuantitasnya sangat minim dan itu bukan fixed fee hanya apabila kami memerlukan bantuan. Jadi sifatnya sama seperti kita membutuhkan service dari vendor-vendor lainnya," ujarnya saat rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (29/8/2023).
Anggun mewakili Direktur Utama Vale Indonesia Febriani Eddy yang tak bisa hadir saat rapat dengar pendapat. Dia mengatakan bentuk pembayaran ke induk usaha tersebut juga telah dilaporkan dalam keterbukaan informasi, sebagai perusahaan terbuka, kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Jadi fee-nya itu benar-benar seperti fee jasa pada umumnya. Adapun, dari tahun ke tahun itu jumlah yang kami bayarkan cenderung menurun sampai saat ini. Pada 2022, jumlah yang kami bayarkan itu kurang lebih 1 persen dari net profit kami," terangnya.
Direktur MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, telah menemukan sebuah perjanjian INCO yang disebut dengan bantuan 'management fee'. Bantuan itu mengharuskan INCO menyetor biaya rutin kepada induk perusahaannya, Vale Base Metal.
Hendi mengatakan, hal itu dinilai telah merugikan MIND ID, yang notabene juga memiliki saham sebesar 20 persen di INCO, tetapi baru hanya menerima dividen 1 kali. "Biaya itu diambil oleh Vale Base Metal dari pendapatan INCO selama ini dari topline, tetapi kami dapat dividen baru sekali dalam 3 tahun," tutur Hendi.
Di sisi lain, Hendi juga meminta PT Vale Indonesia Tbk (INCO) untuk merombak sejumlah perjanjian pemegang saham (shareholder agreement) sebelum melanjutkan penawaran divestasi. Salah satu yang paling krusial adalah, block voting agreement.
Dia mengatakan, perjanjian tersebut dilakukan antara Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd. Block voting agreement membuat Sumitomo mengikuti setiap keputusan yang Vale tentukan.
"Kami mencatat kepemilikan sahamnya itu ada perjanjian lain berupa block voting agreement. Perjanjian ini mengikat antara Vale dan Sumitomo, sehingga Vale dengan mudah dapat melakukan konsolidasi dan memaksa Sumitomo mengikuti keputusan yang Vale tentukan," jelasnya.
Dalam RDP tersebut seluruh anggota Komisi VII DPR RI yang hadir sepakat bahwa pemerintah harus menjadi pemegang saham mayoritas dan pengendali dari Vale Indonesia. DPR mendesak pemerintah untuk tidak memperpanjang izin bagi Vale Indonesia bila tidak melakukan divestasi saham.
"Komisi VII DPR RI menolak perpanjangan kontrak karya Vale Indonesia selama Menteri ESDM RI belum melaksanakan seluruh hasil kesimpulan rapat kerja tersebut di atas," ujar Wakil Ketua Komisi VII Bambang Haryadi membacakan kesimpulan rapat poin kedua.
Adapun poin pertama kesimpulan RDP ini adalah Komisi VII DPR RI mewajibkan Menteri ESDM RI melalui Plt Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI untuk segera melaksanakan hasil kesimpulan rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM RI tanggal 13 Juni 2023 terkait Vale Indonesia.
Senada dengan Bambang, Anggota DPR RI Komisi VII Mulyanto mengatakan suara pemerintah Indonesia melalui MIND ID, akan tetap kalah dalam pengambilan keputusan jika divestasi hanya 14 persen. Dia pun mengingatkan proses divestasi saham harus selesai sebelum IUPK diberikan.
"Saya tegaskan kalau Vale tidak bersedia ikut aturan Indonesia, ya sudah tidak usah diberikan izin," tegas Mulyanto.
Dengan tawaran 14 persen divestasi saham tersebut, maka komposisi kepemilikan saham menjadi Vale Canada Limited dari 43,79 persen akan berubah menjadi 33,29 persen, MIND ID dari 20 persen akan berubah menjadi 34 persen, Sumitomo Metal Mining dari 15,03 persen akan berubah menjadi 11,53 persen, Vale Japan Ltd menjadi 0,54 persen dan publik menjadi 20,64 persen.
Sementara itu, anggota Komisi VII lainnya, Nasril Bahar pun mengatakan IUPK tidak perlu diberikan. Terutama jika hanya menguntungkan pihak Vale terhadap perluasan blok baru.
"Saya usul tidak usah diperpanjang. Ini saatnya Indonesia mengakuisisi," kata dia.