EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan, untuk menekan harga beras di pasaran, pihaknya telah meminta Bulog agar membanjiri beras di PIBC. Hal ini mengingat dinamisnya situasi perberasan nasional yang menuntut intervensi pemerintah dalam pengendalian harga.
"Sesuai dengan penugasan NFA kepada Bulog agar terus melakukan langkah intervensi dengan membanjiri PIBC dengan stok beras Bulog. Ini perintah Presiden (Joko Widodo) kepada kami. Tidak hanya PIBC, kita juga terus menggelontorkan beras ini ke pasar tradisional dan pasar modern. Itu kita laksanakan sembari terus melaksanakan penyaluran bantuan pangan beras dan Gerakan Pangan Murah (GPM) secara masif,” ujar Arief ketika ditemui saat meninjau Gudang Beras PIBC, Selasa (19/9/2023).
Lebih lanjut, Arief menuturkan arahan Presiden agar berapa pun jumlah stok beras yang diperlukan pasar, supaya dapat segera dipenuhi. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Bulog telah mendistribusikan 2.000 ton beras SPHP ke PIBC pada Ahad (17/9/2023). Arief meninjau kembali proses unloading beras di Gudang PIBC dan meminta agar terus menjaga pasokan secara berkelanjutan.
“Beras SPHP untuk PIBC ini tidak memakan waktu lama, karena langsung dikirim dari pelabuhan ke sini. Langkah intervensi ke pasar seperti ini, tidak ada kata terlambat, karena memang sejak awal tahun pemerintah telah naikkan Harga Acuan Pembelian (HAP) untuk beras sampai 20 persen. Kita upgrade harga beras karena harus menyesuaikan faktor-faktor produksi yang juga mengalami pergerakan naik. Sekarang petani senang dengan adanya kenaikan HAP itu dan tentu harapannya petani dapat semakin termotivasi,” ujar Arief.
Lebih lanjut, Badan Pangan Nasional mengatakan sebagaimana informasi dari manajemen PIBC bahwa harga beras medium per hari ini pada 19 September tercatat ada di angka Rp 12.256 per Kg. Sementara harga beras sejenis di hari sebelumnya berada di angka Rp 12.283 per Kg.
“Kita sama-sama berharap adanya langkah intervensi ke pasar induk seperti ini berdampak pada penurunan harga. Tentunya seperti harapan Presiden Joko Widodo agar harga beras dapat mulai menurun dalam dua atau tiga minggu ke depan, berbagai upaya akan terus kami gencarkan,” tambah Arief.
Arief menegaskan, dengan adanya HET beras justru merupakan instrumen pemerintah dalam melihat dinamika harga. Ia menilai, HET adalah parameter bersama di mana pemerintah perlu melakukan intervensi dengan meningkatkan produksi dan menguatkan CPP.
"Apabila tidak ada HET, maka kita akan kesulitan melihat dan mengetahui harga beras itu sedang tinggi atau rendah. Sebenarnya bukan HET yang menjadi masalah, melainkan lebih kepada bagaimana kita bisa meningkatkan produksi dan penguatan stok yang dikelola pemerintah,” pungkas Arief.