Selain itu juga lampiran jenis dan tipe pesawat, utilisasi penerbang, dan rotasi diagram pesawat udara yang dioperasikan. Begitu juga dengan lampiran rencana kesiapan penanganan pesawat udara, penumpang dan kargo di bandar udara yang akan diterbangi dan kemampuan teknis operasi bandar udara dari Direktorat teknis terkait.
Kristi menambahkan, pelaku usaha penyelenggaraan angkutan udara juga wajib melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat 12 bulan sejak perizinan berusaha diterbitkan. Khususnya dengan mengoperasikan minimal jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha atau kegiatannya.
Selain itu juga memiliki pesawat udara dengan jumlah paling sedikit satu unit dan menguasai paling sedikit dua unit dengan jenis yang mendukung kelangsungan operasional penerbangan. Hal itu sesuai dengan rute yang dilayani.
Selanjutnya juga wajib mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lalu juga wajib menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai pertanggungan sebesar santunan penumpang dan kargo angkutan udara niaga yang dibuktikan dengan perjanjian penutupan asuransi.
Maskapai juga wajib melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras, antar golongan, serta strata ekonomi, dan sosial. Lalu menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk keterlambatan dan pembatalan penerbangan setiap bulan paling lambat 10 bulan berikutnya kepada menteri.
Selain itu juga wajib menyerahkan laporan kinerja keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar dan melaporkan apabila terjadi perubahan, penanggung jawab atau pemilik badan usaha angkutan udara niaga. Selain itu juga memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.
“Setelah melalui prosedur panjang yang harus dilaksanakan, kami harapkan nantinya maskapai baru dapat bersaing sehat dengan maskapai nasional lainnya sehingga industri penerbangan di Indonesia terus meningkat," ujar Kristi.