Sementara itu, perekonomian China saat ini justru menunjukkan perlambatan, karena dipengaruhi perlemahan konsumsi dan krisis di sektor properti.
Tekanan inflasi juga diperkirakan masih berlanjut. Hal itu dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi konflik geopolitik, terjadinya fragmentasi ekonomi, serta terjadinya fenomena El Nino.
Untuk itu, Sri Mulyani memproyeksikan suku bunga The Fed atau Federal Funds Rate (FFR) masih akan berada di level yang tinggi untuk jangka waktu yang lama (higher for longer).
Ia menilai, kenaikan suku bunga global akan diikuti kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan Pemerintah AS dan risiko premi jangka panjang.
"Perkembangan ini memicu capital outflow dari emerging market ke negara maju, dan ini mendorong penguatan signifikan mata uang dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia," katanya pula.