Sabtu 11 Nov 2023 00:45 WIB

Alasan Starbucks Disebut Pro-Israel dan Ikut Diboikot

Saat ini, sudah ada 35.711 gerai Starbucks yang tersebar di seluruh dunia.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Seorang anak bersepeda di dekat gerai Starbucks yang kembali beroperasi di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Ahad (5/11/2023). Gerai makanan cepat saji McDonalds dan Starbucks kembali beroperasi pasca Aksi Damai Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina yang digelar di Monas.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Seorang anak bersepeda di dekat gerai Starbucks yang kembali beroperasi di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Ahad (5/11/2023). Gerai makanan cepat saji McDonalds dan Starbucks kembali beroperasi pasca Aksi Damai Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina yang digelar di Monas.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Starbucks menjadi salah satu brand utama gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) atau Boikot, Divestasi, Sanksi yang berlangsung secara global. Aksi boikot tersebut nampaknya mempengaruhi gerak saham PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) selaku induk dari PT MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) yang menjadi pengelola gerai Starbucks di Indonesia.

Saham MAPI dalam sebulan terakhir tercatat anjlok 19,60 persen atau 390 poin ke harga Rp 1.600 per lembar saham dari Rp 1.990 per lembar saham pada 6 Oktober 2023. 

Baca Juga

BDS sendiri adalah gerakan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan yang dipimpin Palestina. BDS menjunjung tinggi prinsip sederhana bahwa warga Palestina berhak atas hak yang sama seperti umat manusia lainnya. BDS mengajak memboikot perusahaan Israel dan internasional yang terlibat dalam tindakan pelanggaran hak-hak Palestina. 

Berdiri sejak 1971 di Seattle, AS, gerai Starbucks melakukan ekspansi global dengan sangat cepat dan singkat. Saat ini, sudah ada 35.711 gerai yang tersebar di seluruh dunia. Dituding mendukung Israel, ternyata Starbucks bangkrut membangun usahanya di negara yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu tersebut.

Tiga tahun setelah berkunjung ke Israel mantan chief executive officer (CEO) Starbucks Howard Schultz membuka Gerai Starbucks pertama di Tel Aviv, Israel pada September 2001. Awalnya, Starbucks berencana membuka 20 kedai di Israel pada tahun pertama operasinya. Untuk operasional kedai kopi itu berkerjasama dengan perusahaan bensin, Delek Israel Fuel Corporation (DIFC) yang memegang 80,5 persen saham.

Terlalu jumawa, Howard yakin kedai kopinya bisa membangun 80 kedai di kota-kota besar Israel dalam waktu empat tahun. Namun, ternyata mimpi tersebut hanya menjadi angan-angan, karena beberapa bulan setelah Starbucks meluncurkan kedai kopi pertamanya, penjualannya tercatat sangat buruk dan hampir seluruh toko Starbucks kosong.

Akibatnya, tak ada satupun toko yang mencatatkan keuntungan. Semuanya merugi. Kalnin dan Stroock mencatat kerugian Starbucks dari awal berdiri pada 2003 mencapai 6 juta dolar AS atau setara Rp 93 miliar di masa kini.

Starbucks juga pernah menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengirimkan sebagian keuntungan kepada pemerintah dan/atau tentara Israel. Starbucks menyatakan bahwa pihaknya mengakhiri kemitraan di Israel pada 2003 lalu karena tantangan operasional, bukan berdasarkan masalah politik. Menurut manajemen, seluruh keputusan bisnis tidak pernah berdasarkan isu politik.

Perihal gerakan memboikot, Starbucks dituduh mendukung Israel lantaran Starbucks menggugat serikat pekerjanya, Starbucks Workers United pada awal bulan ini setelah organisasi buruh tersebut mengunggah pesan yang sudah dihapus di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, yang menyatakan solidaritas terhadap warga Palestina. Tagar #boycottstarbucks pun telah ditonton lebih dari 29 juta kali di Tiktok.

Starbucks menuduh serikat pekerja yang mewakili ribuan barista merusak merek dan membahayakan rekan kerja dengan tweet pro-Palestina. Serikat pekerja pun telah mengajukan gugatan balik terhadap Starbucks. Mereka menyebut gugatan tersebut sebagai upaya untuk merusak serikat pekerja dan melemahkan upaya pengorganisasian mereka.

Dalam pernyataan terpisah, Starbucks menegaskan...

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement