EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) menyatakan, teguran akan diberikan melalui Forum Pengawas Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke para penyalur KUR yang tidak taat pada Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian Nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR. Perlu diketahui, dalam kebijakan itu disebutkan, penyaluran KUR di bawah Rp 100 juta tidak memakai agunan.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop Yulius mengungkapkan, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) penyaluran KUR di lapangan, belum 100 persen sesuai peraturan dan pedoman tersebut. Ia menyebutkan, masih ada beberapa temuan yang dilanggar oleh bank penyalur KUR.
Maka, kata dia, kementerian akan menegur penyalur KUR yang masih melanggar. "Temuan pelanggaran akan kita bawa ke Forum Pengawas KUR yang dipimpin BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Berdasarkan survei monev Kemenkop yang dilakukan pada Agustus sampai Oktober 2023 di 23 provinsi, ditemukan beberapa pelanggaran. Survei monev itu melibatkan 1.047 debitur dan 182 cabang penyalur KUR.
Sebagian besar responden merupakan debitur KUR Mikro dan KUR Super Mikro yang memiliki kredit dengan plafon kurang dari Rp 100 juta.
”Temuan tersebut di antaranya, terdapat 144 debitur atau 16,1 persen KUR mikro dan KUR super mikro dengan plafon sampai Rp 100 juta dikenai agunan tambahan,” jelasnya.
Kemudian, sambung Yulius, penggunaan KUR sebesar 93 persen dialokasikan untuk modal kerja, enam persen untuk investasi, dan satu persen bagi keperluan lainnya seperti merenovasi rumah, membeli kendaraan, dan sebagainya. Lalu terdapat dua debitur atau 0,2 persen yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Lebih lanjut, Yulius menjelaskan penyaluran KUR sektor produksi belum optimal yaitu baru sebesar 53 persen dari target 60 persen. Penyaluran itu terdiri dari sektor makanan/minuman 23,2 persen, pertanian/peternakan 14,2 persen, dan jada 14,2 persen, sedangkan KUR sektor perdagangan sebesar 46,8 persen.
Temuan lainnya, terdapat dua persen debitur dengan pinjaman KUR melebihi jangka waktu pinjaman yang ditetapkan, debitur KUR yang memiliki NIB baru sebanyak 27 persen. Kemudian sanya sebesar 72 persen debitur memakai SKU/SKUD.
Tak hanya itu, masih terdapat empat persen penyaluran KUR merupakan penerima KUR yang sedang menerima kredit komersial (switching), hingga terdapat 2 persen debitur yang tidak sesuai NIK dengan yang tercatat di SIKP. Hal tersebut dikarenakan KTP belum diperbaharui 50 persen, KTP sedang diperbaharui 25 persen, dan alasan lainnya 25 persen.
“Terdapat juga 129 debitur atau 26,8 persen tidak memiliki NPWP dari 481 debitur KUR di atas Rp 50 juta," kata Yulius. Ia menambahkan, ada beberapa temuan tambahan hasil monev pelaksanaan KUR.
Di antaranya, KUR Kecil dengan plafon di atas Rp100 juta hingga Rp 500 juta dikenakan agunan tambahan yang tidak wajar, yaitu melebihi dari jumlah akad yang diterima. Berikutnya, terdapat 32 debitur KUR Kecil dengan plafon mendekati batas atas plafon KUR Mikro dengan kisaran Rp 101 juta hingga Rp 110 juta agar dapat dikenakan agunan tambahan oleh penyalur KUR.
"Masih terdapat dana KUR yang diendapkan oleh penyalur KUR dengan cara diblokir atau ditahan beberapa bulan untuk digunakan sebagai jaminan," kata Yulius. Bahkan, sambumgnya, masih ditemukan sebagian kecil biaya-biaya tambahan seperti biaya administrasi dan biaya asuransi.
Yulius menyebutkan, berdasarkan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP), realisasi penyaluran KUR pada 2023 sampai 6 Desember 2023 sebesar Rp 232,16 triliun, diberikan ke 4,15 juta debitur. Angka itu setara 78,17 persen dari target sebesar Rp 297 triliun.