EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus menjadi bagian dari industrialisasi guna meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ‘Penumbuhan Wirausaha Inovatif dan Berkelanjutan’ di Bandar Lampung, Selasa, Teten menuturkan meskipun UMKM di Indonesia merupakan tulang punggung ekonomi nasional, hampir sebagian besar belum terhubung dengan industri.
Untuk itu, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) akan berupaya untuk menghubungkan usaha mikro ke dalam rantai pasok industri.
“Di Indonesia, banyak UMKM yang bersifat mandiri. Mereka produksi sendiri, beli bahan baku sendiri, memasarkan sendiri,” katanya, dikutip dari siaran pers Kemenkop UKM.
“Hal itu yang membuat UMKM kita sulit mengakses bahan baku, pembiayaan, maupun produksi yang lebih luas. Sehingga tidak terjadi transfer pengetahuan yang membuat UMKM tidak produktif,” katanya lagi.
Teten menuturkan bahwa sejak 1998, Indonesia terus mengalami deindustrialisasi, di mana kontribusi industri besar terhadap PDB hanya sebesar 18 persen.
Pemerintah, kata dia, terus berupaya menyiapkan industrialisasi bahan baku, salah satunya melalui hilirisasi agar memperbesar kontribusi ekonomi industri yang lebih besar.
“Kalau industri tidak tumbuh, maka lapangan kerja sulit tersedia. Akibatnya, mereka hanya bisa membuka usaha mikro. Jika makin banyak usaha mikro yang tumbuh, persaingan di level itu pun makin tinggi,” ucapnya.
Kemenkop UKM menggelar lokakarya di Lampung untuk menyampaikan informasi terkini dan berwawasan bagi peserta melalui tagar #BerubahDigital untuk mencapai target 30 juta UMKM masuk ke dalam ekosistem digital (onboarding), percepatan akses wirausaha berbasis klaster dan individu, pemetaan potensi wirausaha, serta berbagi pengalaman praktis kepada peserta dan memperluas jejaring.
Dalam kegiatan yang diikuti oleh beragam peserta mulai dari pelaku usaha hingga agregator ini, turut digelar dialog interaktif Menkop UKM bersama CEO Elevarm Bayu Syarif Rachmat, CEO Fundex Agung Wibowo, CEO Crustea Roikhanatun Nafi’ah, dan CEO Pemimpin ID Zensa Rahman.
CEO Elevarm Bayu mengakui bahwa sebagian besar inovasi berhenti di laboratorium atau riset. Untuk itu, dia menyoroti pentingnya para kolaborator atau agregator yang dapat menghubungkan produk inovasi kepada pasar.
“Salah satu yang kami rasakan dari Kemenkop UKM adalah program Pahlawan Digital. Di sana, start up benar-benar dibimbing, dipertemukan dengan investor dan pasar,” katanya.