Pembangunan tidak merata
Faktor lain yang juga mendukung ketimpangan di tanah air adalah, pembangunan yang tidak merata. Ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, sasaran pemerataan pembangunan wilayah di Indonesia gagal total. Hal itu lantaran pembangunan masih tersentralisasi di Pulau Jawa, alias jawasentris.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) soal sasaran pemerintaan pembangunan wilayah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, Faisal memaparkan angka di masing-masing daerah. Tercatat Sumatera mengalami penurunan pemerataan dari angka titik pijak 23,8 pada 2013 menjadi 21,3 pada 2019, dari sasaran pemerataan 24,6.
“Jawa ditargetkan turun malah naik, dari 58 pada 2013 dengan sasaran 55,1 pada 2019, tapi realisasinya 59,0,” kata Faisal, Selasa (4/6/2024).
Lalu Bali dan Nusa Tenggara mengalami kenaikan pemerataan dari 2,5 pada 2013 menjadi 3,1 pada 2019 dengan angka sasaran 2,6. Hal itu kata Faisal terjadi karena daya tarik Bali. Adapun Kalimantan mengalami penurunan pemerataan dari 8,7 pada 2013 menjadi 8,1 pada 2019 dengan angka sasaran 9,6.
Kemudian Sulawesi, mengalami kenaikan dari 4,8 pada 2013 menjadi 6,3 pada 2019 dengan angka sasaran 5,2. Menurut Faisal, hal itu terjadi karena daya tarik nikel. Sedangkan Maluku dan Papua stagnan dari angka 2,2 pada 2013 menjadi 2,2 pada 2019 dengan angka sasaran 2,9.
“Jadi kan gagal total (sasaran pemerataan pembangunan wilayah),” tegas Faisal.
Faisal mengatakan, berkaca dari data tersebut isu yang muncul dari konsep pemerataan pembangunan bukanlah soal kawasan Indonesia barat atau kawasan Indonesia Timur. “Sama-sama menderita sebetulnya (kawasan Indonesia barat dan timur), kalau dari angka ini yang terjadi adalah sentralisasi di Jawa. Jadi isunya Jawa dan luar Jawa, sentralistrik yang berlebihan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Faisal juga menunjukkan data BPS soal angka simpanan nasional di masing-masing pulau di Indonesia. Tercatat, Jawa dengan luas yang hanya 7 persen dari total luas Indonesia memiliki angka produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 56,6 persen dan jumlah simpanan nasional sebesar 78,1 persen.
“Di sini kelihatan sekali ketimpangannya, misalnya jumlah simpanan di Maluku dan Papua cuman 1,2 persen karena orang Maluku dan Papua nyimpennya juga di Jawa yang elite-elitenya. Ini juga warning harus hati-hati kalau ingin merawat Indonesia sebagai negara kesatuan,” ujar dia.