EKBIS.CO, JAKARTA – Pengamat properti Anton Sitorus mengkritisi soal kebijakan tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang saat ini menimbulkan polemik. Menurutnya, masalah perumahan bukan sekadar persoalan pembiayaan, tapi lebih luas daripada itu. Sehingga program tersebut disinyalir bukanlah solusi bagi masyarakat untuk memiliki rumah.
“Kalau ada yang bilang bahwa ini masalah backlog, ya tidak lah. Untuk mengatasi masalah backlog masalah perumahan perlu berbagai macam cara dari pemerintah juga swasta, dari aspek properti, aspek pembiayaan, aspek legalitas, juga rancangan kota,” kata Anton saat dihubungi Republika, Kamis (6/6/2024).
Diketahui, angka backlog atau kesenjangan ketersediaan rumah hingga akhir 2023 mencapai hingga 9,9 juta, berdasarkan data Kementerian PUPR. Hal itu terjadi karena tidak seimbangnya suplai dan permintaan. Tujuan Tapera diklaim untuk mengatasi backlog perumahan.
“Program-program mengatasi backlog itu banyak. Ini (Tapera) kan hanya aspek financing, belum kita bicara perencanaan kotanya, belum bicara ketersediaan lahannya,” tutur Anton.
Menurut pandangan Anton, spirit gotong-royong yang digadang-gadang tengah dibangun oleh Badan Pengelola (BP) Tapera melalui program Tapera ini menjadi tidak jelas. Terutama karena program tersebut turut mewajibkan pekerja swasta dan pekerja mandiri atau freelance. Hal itu dianggap justru memberatkan masyarakat, alih-alih memenuhi kebutuhan papan bagi masyarakat.
“Ngomong soal gotong royong ya terserah, kalau diwajibkan bagi ASN, TNI, Polri ya silakan. Ya mbok jangan libatkan swasta sama pekerja mandirinya,” tegasnya.