Lebih lanjut, secara kelasnya, pusat perbelanjaan meliputi kelas atas, menengah, dan bawah. Menurut penuturan Alphonzus, barang kelas atas hanya meliputi 5 persen, kelas menengah 35 persen, dan kelas bawah mencapai hingga 65 persen.
Untuk kelas atas, dia menyebut terkena dampak karena barang didominasi dari impor. Dominasi itu disebabkan di segmen tersebut produksi lokalnya sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada di kelas mewah. Sedangkan kelas menengah dan bawah terdampak impor ilegal.
“Akhirnya pusat perbelanjaan terdampak semua, baik atas, menengah, maupun bawah. Itulah yang saya bilang ada potensi ancaman stagnasi pertumbuhan industri ritel Indonesia. Peraturan pemerintah tanpa disadari maksudnya baik, tetapi dampaknya buruk karena tidak menyasar persoalan yang sesungguhnya,” tegasnya.