Pasar modal Indonesia memasuki usia yang ke-47 tahun pada Agustus 2024. Kinerja pasar modal tercatat beragam, terutama seiring dengan kondisi ketidakpastian ekonomi global.
Kepala Eksekutif Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan, ketidakpastian global secara tidak langsung berdampak pada pasar modal Indonesia. Meski menurutnya kondisi pasar modal Indonesia menunjukkan stabilitas baik dalam menghadapi tekanan global.
“Per 9 Agustus 2024, indeks kita menurun minus 0,22 persen, market cap tumbuh 5,38 persen, dibandingkan akhir tahun 2023 sebesar Rp11.647 triliun. Tercatat pada 9 Agustus 2024 mencapai Rp12.302 triliun. Dan ICBI (Indonesia Composite Bond Index) meningkat 3,37 persen,” kata Inarno dalam konferensi pers perayaan HUT ke-47 Pasar Modal Indonesia di Gedung BEI, Jakarta, Senin (12/8/2024).
Penghimpunan dana di pasar modal tercatat ikut tumbuh. Per 9 Agustus 2024, total penghimpunan dana mencapai Rp 130,90 triliun dengan jumlah emisi sebanyak 132.
“Target kita di 2024 adalah Rp200 triliun, semoga sisanya (berjalannya tahun 2024) bisa mencapai angka tersebut,” tuturnya.
Perkembangan perusahaan tercatat saat ini sudah mencapai 936. Meningkat dari angka 2023 sebanyak 903 perusahaan tercatat. Dari angka 936 perusahaan tercatat hingga 9 Agustus 2024, sebanyak 28 diantaranya merupakan emiten baru, baik saham maupun EBUS.
“Sampai 9 Agustus 2024 terdapat 28 emiten baru dimana 27 emiten saham dan satu emiten EBUS dengan total nilai emisi Rp4,4 triliun,” ujar dia.
Kemudian, jumlah investor di pasar modal Indonesia juga mengalami pertumbuhan. Menurut catatannya, jumlah investor per 8 Agustus 2024 mencapai 13,4 juta. Angka tersebut naik 10,40 persen dibandingkan tahun lalu sekitar 12,2 juta investor.
Berdasarkan demografi investor individu per Juni 2024, kalangan yang mendominasi adalah usia 40 tahun ke bawah dengan persentase hampir 80 persen. Sementara data sebaran investor domestik masih didominasi Jawa dengan persentase 67,47 persen, disusul Sumatera 16,64 persen, Sulawesi 5,5 persen, Kalimantan 5,31 persen, dan Bali-Nusa Tenggara 3,77 persen, serta Maluku dan Papua 1,31 persen.
Namun, mengenai tren perkembangan investasi, Inarno mengatakan memang ada perlambatan. Hal itu terjadi karena berbagai alasan terkait dengan kondisi global.
“NAB dari reksa dana menunjukkan penurunan dari 2023—8 Agustus 0,77 persen. Jumlah reksa dana juga menunjukkan penurunan dari 2023, yakni minus 15,31 persen hingga 8 Agustus 2024,” kata Inarno.
“Sedangkan AUM mulai agak perbaikan dari 2023—8 agustus 2024, ada kenaikan 1,40 persen,” lanjutnya.
Ada pergeseran kenaikan jumlah investor ke Sumatera...