Krisis Lapangan Kerja Layak
Yorga menyebut, salah satu kesimpulannya adalah tidak bisa hanya melihat skema kemitraan yang tidak adil, eksploitasi besar-besaran di ekonomi gig tanpa melihat gambar yang lebih jauh bahwa di Indonesia terjadi krisis kerja layak.
Kondisi yang dinamakan krisis kerja layak tersebut, lanjut Yorga, membuat banyak orang lari menjadi driver ojol. Tidak ada pilihan.
“Dikaitkan dengan middle class (kelas menengah), saya percaya bahwa middle class yang bertumbuh tidak bisa exist tanpa ada akses pekerjaan yang baik dan stabil,” ungkapnya.
Yorga melanjutkan, menurut pandangannya, sektor formal memang mengalami stagnansi, terutama pascapandemi banyak orang yang beralih ke sektor informal.
“Akhirnya PR bagi pemerintahan adalah menciptakan kerja yang layak,” tegasnya.
Kerja yang layak yang penting, setidaknya dilihat dari tiga sudut pandang. Pertama, secara individu kerja yang layak menjadikan orang keluar dari kemiskinan, melakukan mobilitas sosial, dan naik kelas ke kelas menengah. Mereka tidak bisa selamanya mengandalkan bantuan sosial (bansos), misalnya.
Kedua, secara sosial, ada eksternalitas positif. Dengan adanya kerja yang layak, populisme dan kriminalitas akan bisa terkendali. Ketiga, secara agregat, bahwa kerja yang layak menjadi kunci naik kelasnya Indonesia menjadi negara maju.
“Tentu kalau kita bicara Indonesia naik kelas, Indonesia Emas, pertumbuhan 6—7 persen, kuncinya adalah banyak orang bekerja produktif dengan mendapatkan pekerjaan yang layak.