Sabtu 05 Oct 2024 00:17 WIB

Babak Belur Ekonomi Israel Setelah Setahun Serang Gaza, Ancaman Kemiskinan Menghantui

Sejak 7 Oktober, pariwisata juga menurun drastis.

Red: Ahmad Fikri Noor
Polisi memeriksa kerusakan di lokasi ledakan yang diduga oleh Drone di Tel Aviv, Israel,Jumat (19/7/2024). Dikabarkan satu orang tewas dan delapan yang lain terluka dalam ledakan yang diduga disebabkan oleh serangan Drone.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Polisi memeriksa kerusakan di lokasi ledakan yang diduga oleh Drone di Tel Aviv, Israel,Jumat (19/7/2024). Dikabarkan satu orang tewas dan delapan yang lain terluka dalam ledakan yang diduga disebabkan oleh serangan Drone.

EKBIS.CO,  Serangan Israel ke Gaza kini sudah mencapai satu tahun. Meski awalnya bermaksud membela diri, serangan Israel yang kemudian berujung pada genosida di Gaza itu telah memberikan dampak negatif pada ekonomi Negara Zionis tersebut. Konsekuensinya relatif keras dengan ancaman kemiskinan kini membayangi penduduk Israel.

Dikutip dari Al Mayadeen, ekonomi Israel telah menunjukkan tanda-tanda kelemahan yang besar bahkan sebelum peristiwa 7 Oktober setahun silam. Tetapi situasinya diperburuk dengan adanya serangan Israel ke Gaza.

Baca Juga

Selama kuartal keempat tahun 2023, PDB Israel berkontraksi sebesar 21 persen. Meskipun mengalami pemulihan sebesar 14 persen pada kuartal pertama tahun 2024, pertumbuhan melambat dan berada pada angka 0,7 persen pada kuartal kedua. Hal ini mendorong para ekonom seperti Jacques Bendelac untuk memperingatkan kemungkinan resesi jika perang tidak segera berakhir.

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings, memperkirakan pada bulan Agustus lalu bahwa serangan Israel ke Gaza —yang sekarang merupakan perang terpanjang sejak tahun 1948— berpotensi berlanjut hingga tahun 2025. Ekonomi Israel juga menghadapi ancaman perang dari berbagai sisi karena agresi di front utara dengan Lebanon meningkat.

Tiga lembaga pemeringkat utama, termasuk Fitch, menurunkan peringkat utang Israel, yang mengindikasikan bahwa Israel berpotensi tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya, meskipun peringkat kredit saat ini masih tetap tinggi.

Sektor pertumbuhan utama Israel adalah teknologi dan industri persenjataan, yang keduanya dikecualikan dari risiko perang sampai batas tertentu. Namun, bidang-bidang utama lainnya seperti pariwisata, konstruksi, dan pertanian mengalami pukulan berat dan dinilai dapat mati satu demi satu oleh Bendelec.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Setelah 7 Oktober, Israel berhenti mengeluarkan izin kerja untuk warga Palestina, yang merupakan mayoritas angkatan kerja, yang mengakibatkan kekurangan tenaga kerja yang signifikan. Sebelum perang, sekitar 100.000 warga Palestina diberi izin kerja di wilayah pendudukan, dibandingkan dengan 8.000 saat ini, ungkap Kav LaOved, organisasi hak buruh Israel.

Di Tel Aviv, yang dianggap sebagai pusat ekonomi Israel, pembangunan terhenti, sehingga gedung pencakar langit dan proyek transportasi tidak tuntas. Sejak 7 Oktober, pariwisata juga menurun drastis, karena perang yang sedang berlangsung telah menghalangi wisatawan dan peziarah religius.

Dari Januari hingga Juli 2024, Israel menerima 500.000 wisatawan, hanya seperempat dari jumlah tersebut dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menurut Kementerian Pariwisata.

Menurut Bendelac, selama dua puluh tahun terakhir, Israel sangat bergantung pada konsumsi kredit. Namun, keluarga pemukim tidak mampu melunasi utang dan pinjaman mereka, terutama di tengah situasi saat ini.

Ia memperingatkan bahwa biaya hidup yang tinggi, dikombinasikan dengan perlambatan ekonomi, pasti akan menyebabkan peningkatan kemiskinan. Organisasi kemanusiaan telah menyaksikan meningkatnya permintaan akan layanan mereka, dengan munculnya individu-individu baru dalam jalur distribusi makanan.

Misalnya, di tempat parkir pusat perbelanjaan di Rishon Lezion, LSM Pitchon-Lev menyediakan keranjang buah, sayur, dan daging gratis dua kali seminggu. Pendirinya, Eli Cohen menyatakan bahwa sejak perang dimulai, organisasi tersebut telah melipatgandakan kegiatannya, dan kini telah mendukung hampir 200.000 keluarga di seluruh wilayah pendudukan.

Penerima manfaat bantuan itu termasuk individu muda, keluarga dengan suami yang bertugas sebagai tentara cadangan, banyak mantan donor, dan semua orang yang dievakuasi dari permukiman utara karena kebakaran di garis depan utara.

Mengenai prospek pemulihan, Bendelac mencatat biasanya memang ada pemulihan ekonomi yang kuat setelah berakhirnya perang. Namun, ia memperingatkan bahwa semakin lama perang ini berlanjut, pemulihan akan semakin lambat dan lebih menantang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement