KTT BRICS memiliki sejumlah isu utama seperti gagasan Vladimir Putin untuk konflik di Timur Tengah dan alternatif sistem pembayaran bersama untuk menyaingi Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT), sebuah lembaga asal Belgia yang beroperasi di seluruh dunia dengan menyediakan layanan jaringan pesan keuangan yang telah memblokir bank-bank Rusia sejak 2022.
"Kremlin memuji pertemuan tersebut sebagai kemenangan diplomatik yang akan membantunya membangun aliansi untuk menantang hegemoni Barat," ujar Kalachev.
Amerika Serikat (AS) enggan menganggap BRICS akan menjadi penantang bagi hegemoni negara Barat. Namun, AS memantau serius pertemuan tersebut lantaran membangun hubungan dengan Iran dan juga Korea Utara.
"Berkumpulnya kelompok BRICS di Kazan ingin menunjukkan Rusia tidak hanya tidak terisolasi, tetapi juga memiliki mitra dan sekutu," ucap Kalachev.
Petugas Urusan Luar Negeri Rusia Yuri Ushakov mengatakan banyak negara ingin urusan global dipandu oleh hukum internasional dan bukan pada aturan yang ditetapkan oleh masing-masing negara, khususnya AS.
"Kami percaya bahwa BRICS adalah prototipe multipolaritas, sebuah struktur yang menyatukan belahan bumi Selatan dan Timur berdasarkan prinsip kedaulatan dan rasa hormat satu sama lain," ucap Ushakov.
Selain pemimpin negara, KTT BRICS juga akan dihadiri Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Rencana pertemuan Guterres dengan Putin mendapat kecaman dari Ukraina.
Kementerian Luar Negeri Ukraina mengecam rencana tersebut. Ukraina menyebut Guterres bahkan sebelumnya absen dalam pertemuan perdamaian di Swiss beberapa waktu lalu.
"Sekretaris Jenderal PBB menolak undangan Ukraina ke Pertemuan Puncak Perdamaian Global pertama di Swiss, tapu ia menerima undangan ke Kazan dari penjahat perang Putin. Ini adalah pilihan yang salah yang tidak memajukan tujuan perdamaian. Itu hanya merusak reputasi PBB," kata kementerian tersebut dalam sebuah unggahan di platform media sosial X.