Itu merupakan kesempatan pertamanya untuk berbicara langsung tentang kebijakan moneter sejak kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS pada 5 November, yang membuat investor bertanya-tanya apakah ia akan lebih spesifik tentang prospek kenaikan suku bunga.
"Suku bunga turun pada akhir minggu lalu setelah Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato pada hari Jumat memperingatkan pasar tentang kemungkinan intervensi jika yen jatuh terlalu jauh dan terlalu cepat," tuturnya.
Sementara itu, dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan ada beberapa sentimen internal yang memengaruhi pergerakan rupiah yang fluktuatif. Yakni soal pertumbuhan ekonomi yang masih stagnan.
"Upaya pemerintah mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen dalam 5 tahun terakhir nyatanya masih menyisakan ironi. Indikator makro tersebut ternyata tidak berimplikasi positif ke semua lapisan masyarakat bila dibedah lebih dalam," tuturnya.
Ibrahim menuturkan, sebelumnya pada periode 2002-2019 ketika pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5-6 persen, dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan. Hal itu ditunjukkan dari penambahan jumlah middle class 42 juta orang, aspiring midle class 38 juta orang, dan penurunan kelompok miskin dan rentan miskin 34 orang juta dari 2002 ke 2019.