EKBIS.CO, JAKARTA--Kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah hanya menguntungkan pedagang dan membuat harga beras di pasaran tidak kompetitif.
"Kebijakan impor beras sama sekali tidak berpihak pada rakyat. Padahal pemerintah selalu ingin membela kepentingan rakyat," kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani di Jakarta, Kamis, terkait dengan keputusan pemerintah untuk mengimpor beras dari Kamboja.
Kerugian yang disebabkan impor beras, menurut Aviliani, mempengaruhi harga gabah di tingkat petani. "Petani sejak awal sudah dipersoalkan masalah pupuk yang sulit dan mahal. Sekarang ditambah lagi adanya masalah impor beras," ujarnya.
Sedangkan Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani dan Nelayan Indonesia (HKTI) Benny Pasaribu mengatakan dengan kebijakan impor, maka harga jual beras di tingkat petani tetap rendah sehingga marjin keuntungan yang lebih besar ada pada para pedagang dan saudagar.
Surplus produksi beras belum pasti dan belum ada jaminan terjadi stabilitas surplus.
"Bila terjadi kekurangan suplai di dalam negeri, pemerintah seharusnya bersikap bijak, jangan hanya berpikir memenuhinya melalui impor," katanya.
Menurut dia, jika pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan para petani, sebaiknya lebih memprioritaskan pembelian beras dari petani untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Benny berpendapat pemerintah juga harus meningkatkan harga pokok pembelian gabah kering giling dari para petani serta menekan marjin tata niaga sehingga harga jual beras di tingkat konsumen tetap terjangkau. "Sangat wajar jika negara melakukan intervensi untuk melindungi industri pangan di dalam negeri," katanya