EKBIS.CO, JAKARTA--PT Pertamina (Persero) menggunakan Sistem Monitoring dan Pengendalian Bahan Bakar Minyak (SMP BBM) PSO, untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi yang melebihi kuota. Pihak pertamina meyakini, ke depan, penggunaan pengendalian konsumsi bahan bakar dengan sistem teknologi informasi itu berjalan efektif
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), Hanung Budya Yuktyanta, mengatakan penggunaan alat SMP BBM PSO ini telah berhasil diujicobakan sebelumnya, di daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. ''Dari 112 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), 108nya sudah dipasang,'' tutur dia kepada media, Sabtu (8/12) siang, di Jakarta.
Hanung mengungkapkan, penggunaan alat pengendali ini sangat efektif dalam mengontrol antara pasokan dan permintaan BBM bersubsidi.
Ia memaparkan, kalkulasi biaya penggunaan alat SMP BBM PSO ini pun, sebanding dengan jumlah konsumsi BBM bersubsidi di lapangan.
Hanung menggambarkan penggunaan SMP BBM PSO sebagai berikut, pertamina mengasumsikan penghematan pengonsumsian BBM minimal 1,5 juta kilo liter (KL), dengan perincian harga menggunakan SMP BBM PSO, yaitu antara Rp 18 hingga Rp 20 per liter.
''Untuk 1,5 juta KL misal, dikali Rp 5.000, menjadi Rp 7,5 triliun. Sedangkan ongkos pengendaliannya untuk BBM sekian hanya diangka Rp 800 miliar,'' paparnya.
Dengan alat ini pun, Pertamina berharap dapat mendeteksi bentuk penyimpangan penggunaan atau pembelian BBM bersubsidi oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya.
SMP BBM PSO ini, dapat otomatis menolak mengisikan setetespun BBM kepada kendaraan-kendaraan milik pemerintah. ''Kendaraan BUMN, BUMD, pertambangan. Otomatis di mesin (SPBU) nol,'' ujar Hanung.
Dengan alat ini pula, secara otomatis, Pertamina menyimpan data-data kendaraan yang mengisikan BBM bersubsidi, di mana pun, di seluruh Indonesia. ''Nanti tercatat jelas, nomor (polisi) kendaraannya, nomor SPBUnya, berapa mengisinya jam berapa,'' ucap dia.
Sehingga jika ada tren penyimpangan penggunaan BBM bersubsidi, dapat segera diketahui pihaknya. Bila aparat membutuhkan, imbuhnya, data tersebut juga akan berikan. Sementara bagi pemilik atau pengusaha SPBU, tentunya juga akan ditindaklanjuti.
Alaasan penggunaan pengendali penggunaan BBM bersubsidi ini, menurut Hanung, disebabkan konsumsi BBM bersubsidi yang belum tepat sasaran dan masyarakat Indonesia cenderung kurang tahu diri dalam memanfaatkan kebijakan tersebut.
Hanung menjelaskan, masih banyak orang menengah atas yang menikmati kebijakan pemerintah yang diperuntukkan kalangan masyarakat menengah kebawah ini. Selain itu, hal sulit lainnya yang dirasakan ialah belum adanya payung hukum untuk memantau kebijakan ini. ''Pakai BMW, tapi isi premium,'' katanya. Oleh karena itu, penggunaan alat ini dinilai dan diharapkan akan berjalan efektif.