EKBIS.CO, JAKARTA -- Kenaikan impor minyak dalam bentuk minyak mentah maupun berupa produk bahan bakar minyak (BBM) dapat menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Demikian disampaikan Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan kepada ROL, Kamis (25/4).
Menurut Rofyanto, kenaikan impor BBM secara otomatis meningkatkan volume BBM bersubsidi. Di sisi lain, tingginya impor BBM akan menekan nilai tukar rupiah sehingga menambah beban APBN. "Oleh karena itu, defisit APBN akan tertekan," ujarnya.
Impor BBM terus mengalami lonjakan akibat peningkatan konsumsi di dalam negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor minyak mentah per Februari 2013 mencapai 2,01 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,53 triliun dan impor hasil minyak 5,07 miliar dolar AS (Rp 49,26 triliun).
Di sisi lain, realisasi subsidi BBM kerap melebihi target yang ditetapkan. Pada APBN-P 2011, realisasi subsidi mencapai Rp 165,1 triliun atau 127,3 persen terhadap pagu Rp 129,7 triliun. Sedangkan pada APBN-P 2012, realisasi subsidi menyentuh Rp 211,8 triliun atau 154,2 persen terhadap pagu Rp 137,3 triliun.
Pada APBN 2013, subsidi BBM ditetapkan Rp 193,8 trilun. Oleh karena itu, Rofyanto mengatakan perlunya pengambilan kebijakan terkait subsidi BBM.
Dengan adanya kebijakan pengendalian BBM bersubsidi, termasuk di dalamnya menaikkan harga BBM bersubsidi untuk mobil pelat hitam, diharapkan volume BBM bersubsidi akan lebih terkendali. Rofyanto mengharapkan dengan kebijakan tersebut konsumsi tidak akan melebihi 50 juta kiloliter (KL).
"Namun memang meningkat jika dibandingkan volume 2012 yang sebesar 45,2 juta KL," kata Rofyanto. Sebagai catatan, kuota BBM bersubsidi pada APBN 2013 sebesar 46,01 juta KL