EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak hingga 28 April 2014 telah mencapai Rp 281,7 triliun atau 25,38 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 1.110,2 triliun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak yang diterima di Jakarta, Selasa (6/5), realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp 249,6 triliun atau sekitar 25,09 persen dari target Rp 995,2 triliun.
Dari realisasi sebesar Rp 281,7 triliun tersebut sebanyak Rp 151,2 triliun berasal dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas dan sebesar Rp 109,1 triliun dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Selain itu, penerimaan pajak juga berasal pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 861,5 miliar, pajak lainnya sebesar Rp 1,5 triliun, PPh migas yang tercatat telah mencapai Rp 19,1 triliun.
Menurut Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany, realisasi penerimaan pajak yang membaik hingga April ini disebabkan karena penerimaan PPh nonmigas yang meningkat hingga 16,39 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada tanggal 28 April 2013, penerimaan PPh nonmigas tercatat hanya mencapai Rp 129,8 triliun, dan pada akhir tahun realisasi keseluruhan dari penerimaan PPh nonmigas tercatat mencapai Rp 417,7 triliun.
"PPh nonmigasnya tumbuh lebih bagus dari tahun lalu, baik untuk orang pribadi maupun badan. Tahun ini positif bisa sampai pertumbuhannya 16 persen, ini karena kerja keras orang-orang pajak," kata Fuad.
Meskipun kinerja penerimaan lebih baik dibandingkan tahun lalu, Fuad mengharapkan adanya revisi penerimaan pajak dalam APBN-Perubahan karena saat ini kondisi global masih belum membaik dan belum ada tanda-tanda perbaikan. "Target APBN itu dasarnya masih tahun lalu, itu masih terlalu ketinggian. Kita harus perbaiki supaya penerimaan dan pengeluaran jangan ketinggian. Kita sudah perkirakan kalau berdasarkan APBN, penerimaan tidak akan tercapai," paparnya.
Selain itu, revisi penerimaan pajak harus dilakukan, karena asumsi pertumbuhan ekonomi tidak akan setinggi yang diperkirakan, dan agar belanja pemerintah tidak terlalu berlebihan sehingga mengganggu defisit anggaran. "Kalau ekonomi diperkirakan rendah dari yang ditargetkan di APBN 2014, seharusnya pajaknya juga. Selain itu, kalau kita mau perbaiki penerimaannya, perbaiki juga kapasitas DJP (Direktorat Jenderal Pajak)," kata Fuad.