EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai perbaikan defisit neraca transaksi berjalan (DTB) akan dapat membantu meningkatkan cadangan devisa Indonesia yang saat ini mencapai 110,5 miliar dolar AS.
"Saya melihat kalau cadangan devisa di 124 miliar itu pada tahun 2012, pada saat itu memang penerimaan negara dari hasil minyak itu baik sekali. Kami mengharapkan kalau seandainya Indonesia bisa terus memperbaiki transaksi berjalan tentu akan membuat cadangan devisa lebih baik," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui usai Sidang Bersama DPR dan Anggota DPD dalam rangka Pidato Kenegaraan Presiden dalam HUT RI ke-69 di Jakarta, Jumat (15/8).
Agus menuturkan, ke depan, perbaikan neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan adalah sebuah keharusan. Menurut Agus, selama ini transaksi berjalan selalu dilihat dari sisi barang, belum ada pendalaman dari sisi jasa dan keuangan.
"Di situ kita lihat, sebetulnya kita harus memperbaiki barang dan jasa agar ekspor keduanya lebih baik dari impor. Kalau itu bisa diwujudkan, secara natural cadangan devisa bisa semakin tinggi," ujar Agus.
Ia menambahkan, pemerintahan baru nantinya diharapkan dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membuat daya saing Indonesia lebih baik, salah satunya dengan menciptakan nilai tambah. "Indonesia bisa melakukan ekspor diversifiikasi, bisa menciptakan nilai tambah dan bisa membuka pasar baru. Pasti surplus barang dan jasa makin terwujud dan ekonomi semakin kuat fundamentalnya," kata Agus.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2014 sendiri mencapai 9,1 miliar dolar AS (4,27 persen dari PDB), menurun dari defisit pada triwulan II 2013 sebesar 10,1 miliar dolar AS (4,47 persen dari PDB) sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah.
Meski terlihat meningkat dari defisit pada triwulan I 2014 sebesar 4,2 miliar dolar AS (2,05 persen dari PDB), hal itu masih sejalan dengan pola musimannya. Sementara itu, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 110,5 miliar dolar AS, setara 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.