Rabu 03 Sep 2014 19:16 WIB

Ditargetkan Rp 2 ribu Triliun, Realisasi MP3EI Hanya Rp 854 Triliun

Rep: Satya Festiani/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
(dari kiri) Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, dan Menteri Keuangan Chatib Basri mendengarkan paparan anggota badan anggaran di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/6).
Foto: Republika/ Wihdan
(dari kiri) Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, dan Menteri Keuangan Chatib Basri mendengarkan paparan anggota badan anggaran di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/6).

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Proyek (MP3EI) telah berjalan selama tiga tahun. Namun, dari target realisasi investasi sebesar Rp 2.000 triliun, realisasinya benar-benar jauh dari target.

Nilai investasi proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia hingga Juni 2014 hanya sebesar Rp 854 triliun. Angka tersebut terdiri dari proyek infrastruktur sebesar Rp 412,3 triliun dan proyek sektor riil sebesar Rp 441,1 triliun.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjahbana mengatakan, MP3EI telah merealisasikan 382 proyek, yang terdiri dari 208 proyek infrastruktur dan 174 proyek sektor riil. "Sebagian besar pembangunan infrastruktur dan sektor riil terjadi di luar jawa dengan total nilai proyrk sebesar Rp 544 triliun," ujar Armida, Rabu (5/9).

Realisasi proyek infrastruktur terbanyak terjadi di Kalimantan dan Sumatera dengan masing-masing total proyek sebesar 47 dan 41 proyek. Total investasinya masing-masing sebesar Rp 57,1 triliun dan Rp 56.5 triliun. Realisasi proyek infrastruktur di Pulau Jawa hanya sebesar 35 proyek, tetapi total investasinya tertinggi, yaitu Rp 231,05 triliun.

Realisasi proyek sektor riil terbanyak terjadi di Jawa dan Kalimantan dengan masing-masing total proyek sebesar 67 dan 47 proyek. Sedangkan total investasinya masing-masing sebesar Rp 78,6 triliun dan Rp 120,1 triliun.

Armida mengatakan, banyak proyek infrastruktur terhambat pelaksanaannya karena sulitnya pembebasan lahan. "Tuntutan ganti rugi terlalu tinggi," ujarnya.

Selain karena pembebasan lahan, penggunaan lahan pun menjadi konflik. Sebagai contoh yaitu penggunaan lahan sebagai hutan lindung atau area pertambangan.

Ia melanjutkan bahwa alasan lainnya adalah belum terselesaikannya Rencana Tata Ruang Daerah. "Belum diPerdakan," ujarnya. Selain itu, pasokan energi listrik pun masih kurang, terutama di luar koridor ekonomi Jawa.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement