EKBIS.CO, JAKARTA -- Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono mengaku mengikuti persoalan ekonomi terkini. Termasuk persoalan jatuhnya rupiah dan pernyataan pihak pemerintah.
Atas dasar itu, ia ingin berbagi pengalaman khususnya dalam mengatasi krisis. Ia menyebutnya sebagai SBYnomics.
Pada Oktober 2013, ia mengatakan Indonesia sebagai emerging countries mengadapi tantangan. Tantangan itu berupa pelambatan pertumbuhan, jatuhnya harga komoditas pertanian dan mineral.
Bahkan ia yakin era dolar murah sudah usai. Saya perkirakan nilai tukar rupiah kita th 2014 tembus Rp 12.000 per 1 dolar AS. "Saya tak pernah menjanjikan rupiah akan menguat bahkan di bawah Rp 10.000 per dolar AS, karena saya tahu situasi ekonomi dunia. *SBY*," tutur dia melalui akun @SBYudhoyono.
Karena nilai rupiah Indonesia ditentukan oleh faktor "supply-demand", kebijakan moneter bank sentral AS dan juga spekulasi pasar, SBY mengaku tak memiliki target pertumbuhan yang besar.
Namun, situasi perekonomian global tetap menekan investasi di Indonesia, kendati iklim, perizinan & infrastruktur terus kita perbaiki.Karenanya, sumber pertumbuhan yg sungguh dijaga adalah konsumsi rumah tangga dan pembelanjaan pemerintah.
Langkah itu berupa menaikkan harga BBM, di 2013 lalu. Cara ini menurut dia dilakukan agar bisa menghemat anggaran hingga Rp 43 triliun.
Ketika terjadi kenaikan harga-harga, maka secara moral, sosial dan ekonomi, pemerintah wajib membantu golongan miskin. " Kebijakan subsidi memang tidak disukai Neolib & ekonomi yg kapitalistik, tetapi bagi saya tetap diperlukan. Ini soal keadilan sosial," ucap dia.
Sehingga sektor riil tetap bergerak dan tidak perlu ada PHK. Karena barang dan jasa yg dihasilkan perusahaan tetap dibeli rakyat.