EKBIS.CO, JAKARTA – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan dapat memperbaiki sistem pengelolaan keuangan setelah mendapatkan penyertaan modal negara (PNM) sebesar Rp 75 triliun. Perbaikan pengelolaan keuangan itu perlu dilakukan mengingat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada 14 BUMN yang mendapat catatan khusus dalam mengelola keuangan.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Ali Sakti, menyatakan, BUMN yang mendapat catatan dari BPK harus memperlihatkan perbaikan. Negara tidak sekedar menyuntikkan dana, tapi juga mendorong adanya perbaikan birokrasi dan perbaikan pengelolaan keuangan.
“Harus nya kita sedikit optimis jika suntikan PMN itu dibarengi dengan peningkatan dalam sisi kinerja,” kata dia, saat dihubungi Republika, Rabu (4/1).
Ia juga mengatakan, sangat penting bagi pemerintah untuk memiliki parameter efektifitas dari PMN tersebut. Hal itu harus dimiliki mengingat hampir setengah dari jumlah BUMN yang diberi kucuran dana, mendapat catatan khusus dari BPK.
"Catatan bisa dimaknai lemahnya integritas, profesionalisme, dan efisiensi pengelolaan BUMN," jelasnya.
Menurutnya, ketika pemerintahan baru ingin menggulirkan semangat yang kerja baru, negara jangan melihat sisi negatif ke-14 BUMN tersebut. Jangan sampai, tambah Ali, ada kesan yang menunjukkan bahwa suatu BUMN tidak memiliki kemampuan untuk bisa mengelola suntikan dana sebesar itu, harus ada perbaikan.
“Kenapa harus diperbaiki efektifitasnya, karena dana itu adalah uang rakyat,” ujar Ali.
Sebelumnya, BPK meminta pemerintah memperhatikan hasil audit mereka terhadap BUMN sebelum menyalurkan dana PMN. Berdasarkan hasil audit BPK, 14 BUMN yang perlu mendapat perhatian khusus pemerintah sebelum diberikan PMN, di antaranya PT Aneka Tambang (Antam), PT Angkasa Pura, Perum Bulog, PT Garam, PT Perusahaan Perkebunan (PTPN), PT Pelni, PT Pindad, PT Kereta Api Indonesia, PT Sang Hyang Seri, Perum Perumnas, Perum Perikanan, PT Industri Kapal, dan PT Pelindo IV.