EKBIS.CO, JAKARTA--Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan intensifikasi penerimaan pajak dari sektor perbankan, namun harus dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan.
"Ada berbagai tafsiran mengenai rahasia bank, namun di satu sisi ada keperluan pemerintah untuk intensifikasi penerimaan pajak. Kami memahami, semua kepentingan memang harus diatur oleh peraturan yang ada. Oleh karena itu kami mendukung apa yang kira-kira meningkatkan kepatuhan terhadap pajak," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad di Jakarta, Jumat malam.
Pernyataan Muliaman itu menanggapi penundaan pemberlakuan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-01/PJ/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/ Pemungutannya
Peraturan tersebut mewajibkan bank melaporkan daftar dan bukti pemotongan pajak penghasilan giro atau deposito secara rinci.
Muliaman menyebutkan, tidak ada kekhawatiran yang berlebihan dari industri perbankan jika peraturan tersebut diberlakukan pada jadwal sebelumnya di 2015.
Namun, kata Muliaman, kekhawatiran yang timbul itu hanya karena peraturan tersebut berpotensi bersinggungan dengan Undang-undang Perbankan, khususnya yang mengatur soal kerahasiaan bank.
"Salah satunya itu. Tetapi, pada dasarnya, kita akan membantu," ujar dia.
Muliaman menuturkan, upaya mengintensifikasi penerimaan pajak dari industri jasa keuangan dapat dilakukan dengan mewajibkan kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap nasabah di industri jasa keuangan.
"Kita tahu nasabah perbankan dan asuransi jumlahnya besar, sehingga menjadi potensi pajak. Namun, dengan syarat pengurusannya mudah dan tidak berbelit. Ini yang kami wacanakan ke depan," kata dia.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memang sedang menggiatkan upaya meningkatkan "tax compliance" atau kepatuhan wajib pajak. Kurangnya tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi salah satu penyebab pemerintah sering gagal merealisasikan target penerimaan pajak, yang akhirnya berpengaruh pula pada ruang fiskal pemerintah.
Pada 2015, Ditjen Pajak dihadapkan pada tantangan untuk memenuhi target penerimaan pajak sebesar Rp1.294,3 triliun.