Jumat 13 Nov 2015 17:05 WIB
Usaha Rakyat

Cerita Pengusaha Bambu Jabar yang Buat Orang Jepang Kaget

Rep: C10/ Red: Nur Aini
Harry Anugrah Mawardi (29) pendiri Amygdala Bamboo bersama pengrajin bambu, Utang Mamad membuat kerajinan bambu di Kampung Ciloa, Desa Mekarsari, Kecamatan Selaawi, Kabupatem Garut, Kamis (12/11).
Foto: C10
Harry Anugrah Mawardi (29) pendiri Amygdala Bamboo bersama pengrajin bambu, Utang Mamad membuat kerajinan bambu di Kampung Ciloa, Desa Mekarsari, Kecamatan Selaawi, Kabupatem Garut, Kamis (12/11).

EKBIS.CO, Seorang pengusaha muda, lulusan ITB tahun 2009 jurusan Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Harry Anugrah Mawardi (29 tahun) mampu meningkatkan daya jual kerajinan bambu. Dari bambu dengan harga kurang dari Rp 15 ribu, bisa dijadikan sejumlah kerajinan dengan nilai jual hingga Rp 1,5 juta.

Lewat Amygdala Bamboo, Harry bersama pengrajin bambu Utang Mamad (45 tahun), warga asli Kampung Ciloa, Desa Mekarsari, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut mampu mengantongi Rp 15 juta per bulan. Dalam berbisnis bambu, Harry meyakini orang Indonesia memiliki potensi besar.

Dari sudut pandang Harry, orang-orang Indonesia pandai dan terampil membuat kerajinan tangan. Suatu ketika ia pernah melakukan penelitian kemudian bertemu dengan orang Jepang. Orang Jepang tersebut menantangnya untuk membuat sarung bantal dari anyaman bambu.

Tidak sampai satu hari, sarung bantal tersebut jadi. Orang Jepang dibuat kaget karena telah pergi ke Cina sampai Vietnam tapi tidak menemukan yang seperti di Indonesia. Harry menjelaskan, orang luar negeri sudah terbiasa bekerja dengan menggunakan mesin.

"Ketika mesin tidak sanggup melakukan pekerjaan sesuai yang diinginkan maka mereka berhenti," kata Harry kepada Republika.co.id, di Garut, Kamis (12/11)

Lain halnya dengan pengrajin dari Indonesia. Harry mencontohkan, sebagai buktinya Utang, ia hanya menggunakan mesin gerinda sebagai mesin utama yang paling sering digunakan. Saat mesin tidak sanggup melakukannya, keterampilan tangannya bisa melakukan apa saja.

Amygdala Bamboo juga berhasil memenangkan Anugrah Jawara Wirausaha Sosial Bandung (AJWSB) kategori start up. Kriteria penilaiannya, diantaranya dampak sosial, modal, keberlanjutan bisnis, dan pasar. 

Utang mengatakan, awalnya para pengrajin di Kecamatan Selaawi sudah mulai lesu. Sebab nilai jual hasil kerajinannya tidak menjanjikan. Akibatnya banyak pengrajin yang beralih profesi menjadi buruh pabrik dan pergi ke kota-kota besar.

Saat Utang bekerja sama dengan Harry, ia mulai membuat kerajinan yang unik dan bervariasi. Selain itu pasarnya pun cukup baik saat ini karena masyarakat ada yang sudah melangkah ke gaya hidup ramah lingkungan. (Bagian 1 dari 2)

Berita lain:

Inspirasi Bisnis Bambu, Beli Rp 15 Ribu Dijual Rp 1,5 Juta

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement