Paket kebijakan ekonomi jilid pertama yang dirilis pada 9 September lalu menekankan pada tiga hal. Pertama, mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha.
Kedua, mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan berbagai hambatan dan sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional. Hal itu dilakukan dengan penyederhanaan izin, penyelesaian tata ruang dan penyediaan lahan, serta percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Ketiga, peningkatan investasi di sektor properti dengan mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pembangunan perumahan khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti.
Kala itu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) melihat paket kebijakan ekonomi tahap pertama ini terlalu ambisius dan tidak fokus. Deregulasi dalam paket kebijakan ekonomi September I ini, dinilai Kadin, belum cukup untuk menyelamatkan dunia usaha dalam negeri dari kebangkrutan.
Menurut Kadin, pengusaha dalam negeri banyak terbebani biaya produksi yang tinggi, tarif listrik dan harga bahan bakar minyak (BBM). Karena itu pengusaha pada saat itu berharap pemerintah menurunkan tarif listrik dan harga BBM. Pengusaha meyakini, dengan penurunan tarif listrik dan harga BBM akan menolong industri sekaligus mendorong daya beli masyarakat. Sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Paket kebijakan ekonomi jilid pertama yang jauh dari kata sempurna ini diakui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Bahkan ia menilai paket pertama tersebut terlalu ambisius dibuat oleh pemerintah. Namun, Darmin berdalih paket kebijakan ekonomi tersebut dibuat untuk menyakinkan masyarakat dan pasar mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi perlambatan ekonomi dan gejolak nilai tukar rupiah.
Berbeda dengan paket kebijakan ekonomi tahap pertama yang meliputi banyak regulasi, di pengujung September 2015, pemerintah kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi tahap kedua.
Dalam kebijakan tahap lanjutan ini Presiden Jokowi agaknya mulai berpikir praktis. Hal ini terlihat dari arah paket kebijakan ekonomi untuk fokus pada upaya meningkatkan investasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).
Ada enam hal yang menjadi fokus pemerintah dalam paket kebijakan tahap kedua ini, yaitu kemudahan layanan investasi 3 jam, pengurusan tax allowance dan tax holiday lebih cepat, peniadaan PPN untuk alat transportasi, pemberian insentif fasilitas di kawasan pusat logistik berikat, pemberian insentif pengurangan pajak bunga deposito, dan perampingan izin sektor kehutanan.
"Di paket kedua, kami respon agar paket lebih praktis. Makanya, pemerintah mulai fokus pada masalah prioritas dan mulai menyederhanakan dengam membagi isi paket sesuai dengan sektor-sektor ekonomi terkait," kata Darmin kala itu.
Meski mengapresiasi, pelaku usaha tidak antusias menanggapi paket kebijakan ekonomi tahap dua pemerintah yang masih menitikberatkan upaya memudahkan perizinan. Mereka lebih menginginkan langkah konkret dalam menghentikan laju pemutusan hubungan kerja (PHK).