EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia akan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang lindung nilai (hedging) syariah. Asisten Direktur Pengembangan Pasar Uang Syariah Bank Indonesia Rifki Ismal mengatakan, PBI hedging syariah sudah jadi dan sedang proses pengesahan di Kementerian Hukum dan HAM. Nantinya PBI ini akan dilanjutkan dengan surat edaran.
Inti PBI hedging syariah ini, kata Rifki, merupakan realisasi Fatwa DSN nomor 96 tentang hedging syariah. Dalam peraturan ini, pemohon lindung nilai bisa nasabah atau bank syariah. Nasabah bisa memohon lindun nilai ke pemberi hedging, bank syariah. Bank syariah boleh memohon lindung nilai ke sesama bank syariah atau ke bank konvensional dengan skema syariah. Bank konvensional hanya boleh sebagai pemberi, bukan sebagai pemohon.
Transaksi pun harus punya underlying, tidak boleh untuk spekulasi dan sesuai prinsip syariah. Underlying dibuktikan dengan bukti dokumen underlying dengan nominal dan tempo yang jelas. Transaksi yang dilindungi nilainya juga terbatas pada nilai underlying.
''Misalnya bayar haji yang biayanya 4.000 dolar AS. Yang di-hedge tidak boleh lebih dari 4.000 dolar AS,'' kata Rifki usai sosialisasi empat fatwa terbaru Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) di Kantor Bank Syariah Mandiri, Jakarta, Rabu (24/2).
Hedging ini jadi sarana antisipasi jika ada kebutuhan transaksi valas terhadap rupiah dengan skema syariah. Istilah al-tahawwuth dalam Fatwa DSN Nomor 96 sebenarnya transaksi spot yang ditunda dimana perjanjian dibuat sekarang dan eksekusinya nanti.
Selain PBI hedging syariah ini, BI juga berencana menerbitkan PBI sertifikat deposito syariah di pasar uang syariah. PBI ini merupakan relaisasi Fatwa DSN Nomor 97.
Direktur Keuangan Syariah OJK Achmad Buchori mengatakan, peraturan OJK tentang hedging syariah memang belum ada. Jika ada bank syariah yang berminta, ia mempersilakan untuk mengajukan izinnya.