EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berkeinginan untuk menurunkan suku bunga pinjaman (lending rate) di bawah 10 persen di tahun 2016. Bahkan di tahun 2017, suku bunga pinjaman bisa berada di single digit. Namun penurunan suku bunga pinjaman yang terlalu signifikan dinilai tidak begitu baik.
Hal itu karena penurunan bunga berisiko menekan likuiditas bank dan bisa berdampak pada lembaga keuangan kecil seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Penurunan lending rate dan deposito rate ke single digit dalam waktu singkat ini berbahaya. Dan pertanyaannya kalau mau mendorong itu, BI Rate-nya harus berapa, harus tiga persen? Saya pikir dengan kondisi sekarang tidak bisa," ujar Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Anton Gunawan dalam diskusi ekonomi 'Konsultasi International Monetary Fund (IMF) Pasal IV 2015 dengan Indonesia', di Jakarta, Senin (21/3).
Menurut Anton, penurunan suku bunga pinjaman untuk kredit korporat menjadi maksimal sembilan persen bisa saja dilakukan. Namun penurunan ini tidak boleh utuk semua segmentasi. Suku bunga pinjaman di bawah 10 persen untuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) justru akan membuat pihak perbankan kewalahan. Karena biaya operasional untuk menarik dana dari UMKM lebih sulit dibanding dana dari perusahaan.
Apalagi beban pengeluaran (overhead cost) untuk kredit segmen UMKM bisa mencapai tujuan persen baik dari sisi pengumpulan dana, memberikan kredit, dan penagihan. Saat pemerintah memaksakan penurunan suku bunga pinjaman untuk UMKM, maka lebaga keuangan kecil terancam bangkrut. Mereka akan kewalahan dan bisa menutup perusahaannya.
Anton menjelaskan, sejauh ini pemerintah juga telah mencanangkan sejumlah program yang membuat dana pihak ketiga (DPK) ditarik dalam jumlah besar. Salah satunya penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengharuskan asuransi dana pensiun wajib memegang surat utang negara (SUN). Dengan aturan ini, likuiditas perbankan bisa berkurang hingga Rp 63 triliun.
Bukan hanya OJK, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga akan meminta agar pemerintah daerah (Pemda) bisa membelanjakan dana yang mereka miliki dan tidak disimpan terlalu banyak dan lama di perbankan. Jika tidak dibelanjakan, Pemda harus menyimpan dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Dengan aturan ini, likuiditas perbankan bisa menurun hingga Rp 50 triliun.
"Saya sepakat dengan penurunan lending rate. Tapi caranya harus tepat, jangan terlalu cepat," papar dia.
Anton menambahkan, perlu perubahan fundamental pasar perbankan dari oligopolistik menjadi lebih kompetitif. Langkah minimum yang bisa ditempuh pemerintah misalnya dengan menerapkan national single window (NSW). Melalui program ini, bank-bank kecil bisa menikmati fasilitas penggunaan anjungan tunai mandiri (ATM) bersama dengan biaya kecil.