EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemanfaatan harga gas harus diberikan secara adil kepada seluruh sektor industri. Harga gas yang terjangkau semestinya tidak dilihat per sektor saja namun harus dipertimbangkan nilai keekonomiannya.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, untuk menciptakan industri manufaktur yang kompetitif seharusnya pemanfaatan harga gas terjangkau tidak berdasarkan sektor industri tertentu saja. Namun, harus dilihat juga kompetisi dengan negara lain terutama di kawasan ASEAN. Menurut Hariyadi, hal yang terpenting dalam masalah energi yakni mengutamakan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu untuk mendukung industri. Setelah itu, apabila ada sisa diperbolehkan untuk dijual ke negara lain atau ekspor.
"Kita kebalik, ekspor yang didahulukan dan kebutuhan dalam negeri ditaruh di belakang. Beda sama Thailand yang mementingkan kebutuhan dalam negerinya dulu, makanya kompetitif sekali," ujar Hariyadi, Rabu (17/8).
Harga gas industri di Indonesia, kata dia, terbilang masih tinggi dibandingkan dengan negra lain di kawasan ASEAN. Bahkan, menurut Hariyadi, di Nigeria harga gas bisa mencapai 1,5 dolar AS per MMBTU. Hariyadi menambahkan, seharusnya produsen gas tidak membebani harga terlalu tinggi kepada konsumennya yakni industri manufaktur.
Dengan menjual gas dengan harga yang terjangkau untuk industri, maka dapat menciptakan multiplayer effect terhadap industri manufaktur nasional dan memberikan nilai tambah. Menurut Hariyadi, seharusnya harga gas di Indonesia sebesar 4 dolar AS per MMBTU untuk semua sektor industri agar memiliki daya saing. "Sebaiknya untuk seluruh sektor, dan jangan lupa indusri belinya pasti lebih banyak," kata Hariyadi.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menetapkan tujuh sektor industri yang mendapatkan harga gas murah dan telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan dan Alokasi Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi. Tujuh sektor tersebut adalah industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet. Dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beberapa hari lalu diusulkan penambahan sektor industri lain yakni tekstil dan alas kaki, pulp dan kertas, makanan dan minuman, serta farmasi.