Menurut Karnadi, peternak sapi di luar negeri sangat diperhatikan oleh pemerintah, sehingga kualitas sapi yang dihasilkan jauh lebih baik,
“Peternak sapi di luar diberi insentif dan sangat berhati-hati dalam pemeliharaan sapi. Sementara di Indonesia, pekerjaan mengurus sapi hanya dijadikan sambilan. Akhirnya kualitas sapi yang dihasilkan pun tidak maksimal,” kata pengusaha rumah potong hewan itu.
Karnadi mengatakan bahwa rumah potong hewan miliknya hanya menjual sapi impor dari Australia. Harga seekor sapi hidup dipatok Rp 41 ribu hingga Rp 42 ribu per kilogram. Dengan demikian, harga daging sapi Australia di PT KAR sama dengan harga daging sapi NTT yang dijual PD Dharma Jaya
Namun Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Johny Liano memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, kualitas sapi impor dan sapi lokal sama saja. Tapi sapi impor dan peranakan silang memang lebih cepat masa pertumbuhannya dibanding sapi lokal.
“Berat seekor sapi impor di usia 18 bulan sudah mencapai 300 - 350 kilogram, sedangkan sapi lokal di usia yang sama belum mencapai berat itu.” terang Johny pada Republika.co.id Senin (18/8).
Liano mengakui banyak sapi lokal yang dipotong saat belum mencapai usia dan bobot ideal, ”Karena permintaan pasar yang tinggi, banyak peternak sapi memotong sapi yang umur dan beratnya belum optimal,” papar Johny, Kamis (18/8).
“Sapi dipotong saat beratnya masih 200 kilogram per ekor. Padahal idealnya, dipotong saat beratnya 450 – 500 kilogram,” ujarnya.