EKBIS.CO, JAKARTA -- Petani ketang di sekitar pegunugan Dieng merasa sangat tertekan dengan adanya impor yang disebut kecolongan. Sebab impor kentang ini membuat harga kentang yang diproduksi petani turun drastis.
Sekertaris Petani Kentang Dieng Happy Kurniawan mengatakan, untuk mencapai balik modal dalam produksi kentang para petani harus menjual Rp 7.000-7.500 per kilogram (kg). Namun, sejak adanya kentang impor di pasaran, petani harus menurunkan harga jual mencaai Rp 6.000 per kg.
"Beda sedikit saja kita kan ga untung. Kalau sampai turun Seribu kaya sekarang kita rugi besar, Mana ada untung," kata Happy melalui sambungan telepon, Kamis (15/12).
Happy menjelaskan, luas lahan petani kentang di pegunungan Dieng mencapai 15 hektare. Dalam satu hektare petani bisa menghasilkan sekitar 10-12 ton kentang sekali panen.
Pada bulan Agustus-Oktober adalah masa panen petani kentang, seharusnya pada masa ini petani bisa untung karena produk banyak diserap oleh masyarakat. Sayang hal ini justru berbalik, karena harga kentang yang diproduksi malah anjlok.
Happy menjelaskan, awalnya tidak merasa akan ada kentang impor yang masuk ke pasar luas karena impor ini hanya digunakan untuk industri. Namun, ketika harga turun pihaknya mulai melakukan survei mencari tahu penyebabnya. Bukan jumlah kentang yang berlimpah, justru keberadaan kentang impor yang menggangu stabulitas harga kentang lokal.
"Untuk konsumsi masyarakat sebenarnya kita bisa memenuhi. Kentang lokal kita lebih disukai konsumen. Tapi karena ada kentang impor yang lebih murah, masyarakat jadi pilih yang impor," ujar Happy.
Menurutnya, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian harus bergotong royong membarikade masuknya kentang impor ke pasar lokal. Kalau ini terus terjadi, maka petani kentang akan kehilangan keinginan bertani kentang, dan bisa berdampak pada hilangnya ketahanan pangan khusus untuk kentang.