EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menyatakan, surat penolakan divestasi 51 persen dari Freeport McMoRan Inc, induk PT Freeport Indonesia, harus dibalas dengan surat penolakan kembali. "Kita jawab saja tidak, pengertian kita adalah 51 persen itu menjadi saham kita, tentu dengan biaya yang juga harus wajar, mestinya tidak mahal karena tidak memperhitungkan sampai 2041 tapi 2021," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (30/9).
Pemerintah Indonesia, lanjut Marwan, harus tetap menyatakan keinginan divestasi 51 persen saham itu. Apalagi, kata dia, sebelumnya juga telah diumumkan oleh para menteri terkait soal persetujuan Freeport melepas 51 persen sahamnya.
"Kita harus nyatakan tetap maunya 51 persen, dan itu sekaligus membuktikan apakah Menteri Ignasius Jonan, Menteri Sri Mulyani dan Presiden Jokowi sesuai enggak antara perkataan dengan perbuatannya. Jangan cuma diumumkan di publik," ucap dia.
Bagi Marwan, pemerintah Indonesia nantinya mesti mengirimkan holding BUMN untuk menjadi pengendali di bekas wilayah kerja Freeport di Papua sekaligus menjadi pemegang saham mayoritas. "Harus konsisten, Adkerson (CEO Freeport McMoran) bilang apa yang penting kepentingan nasional harus nomor satu, maka kita harus bilang 51 persen dengan catatan kita sabagai pengelola," ujar dia.
Terkait keluarnya surat penolakan dari Freeport, Marwan menilai surat tersebut diterbitkan karena menganggap Pemerintah Indonesia tidak jelas dalam kesepakatan. "Saya kira pemerintah sikapnya harus tegas dan sebetulnya mereka juga takut seandainya tidak kita lanjutkan kontraknya. Saham Freeport di AS sana akan anjlok dan akan dituntut banyak pemegang saham publik," ungkap dia.
Seperti diketahui, beredar surat penolakan dari Freeport terhadap divestasi saham kepada pemerintah Indonesia. Surat tersebut berisi pernyataan dari CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson. Surat ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto dan tertanggal 28 September 2017.
Surat berisi di antaranya keinginan Pemerintah Indonesia bahwa divestasi 51 persen itu melalui penerbitan saham baru. Namun, dalam surat, Adkerson mengatakan, penerbitan saham baru bikin tidak efisien karena perlu investasi yang besar sehingga Freeport menginginkan divestasi dengan cara menjual saham perdana (IPO) milik Freeport McMoRan dan mitranya.