EKBIS.CO, JAKARTA -- Salah satu penyebab rencana patokan harga gas untuk industri tak segera terealisasi karena masih banyak kontrak yang bermasalah. Menteri Koordinator Bidang Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan salah satu persoalan masalah dari kontrak kontrak tersebut adalah kontrak atas produksi gas tersebut merupakan kontrak lama yang memang mengacu pada acuan harga produksi sesuai kondisi ekonomi saat kontrak tersebut dibuat.
"Harga gas itu kendalanya karena kontrak yang dibuat itu kan sudah lama lama itu. Nah, ketentuannya itu pakai perhitungan saat itu," ujar Luhut saat ditemui di Kantor Staff Kepresidenan, Rabu (18/10).
Luhut tak menampik karena harga gas yang masih bekisar antara 9 dolar AS per mmbtu sampai 10 dolar AS per mmbtu itu membuat industri yang memakai bahan baku gas sebagai modal produksi tercekik. Saat ini kata Luhut pihaknya bersama Kementerian ESDM dan Kemenko Perekonomian sedang membahas hal ini.
"Ini saya juga sedang bicara dengan pak Darmin dan pak Jonan untuk bahas soal ini," ujar Luhut.
Akibat harga gas industri yang masih tinggi ini juga sempat membuat rencana hilirisasi blok Masela juga tersendat. Blok Masela yang memiliki cadangan cukup besar dan berencana dioperasikan oleh Inpex ini masih belum ada kelanjutannya karena pihak Inpex enggan melakukan eksploitasi jika belum ada pihak penyerapan dari gas ini.
Industri yang rencananya akan menyerap produksi gas masela ini antara lain PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Kaltim Methanol Industry, dan PT Elsoro Multi Pratama. Para perusahaan hilir ini meminta harga gas berkisar antra 3 hingga 3,5 dolar AS per mmbtu pada mulut tambang. Dengan harga tersebut maka barulah para industri hilir ini bisa mengembangkan industri hilir.